Page 314 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 314
Alhasil, UU Omnibus Law bukan obat ajaib yang langsung manjur menarik investasi, melainkan
hanya baru memberikan kemudahan berusaha. "Penegakan hukum, masalah energi, komplain
pembayaran pajak dan masalah perdagangan antar batas wilayah juga menjadi masalah yang
tidak terselesaikan dengan UU ini," jelas Tauhid.
Terlebih lagi menurut Tauhid Indonesia masih memiliki persoalan mendasar yang belum selesai
seperti masalah indeks persepsi korupsi yang tinggi, kemudian infrastruktur yang terbatas
sehingga biaya logistik kita mahal balikan lebih tinggi sekitar 24%, sampai tingginya suku bunga
kredit untuk berusaha. "Suku bunga kredit kita masih di atas 11% sampai 12%. Bayangkan China
hanya 4%. Lalu bagaimana orang mau berusaha kalau bayar pinjaman saja mahal," terangnya.
Tauhid menerangkan tren pertumbuhan investasi di Indonesia terutama Foreign Direct
Investment (FDI) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) rata-rata sekitar 8%-10%
per tahun.
Adapun sumbangan FDI Indonesia rata-rata ada di 2% dari Gross Domestic Product (GDP) atau
Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut memang lebih rendah daripada Vietnam yang
mencapai 6% dari PDB-nya. "Apakah langsung bisa mencapai pertumbuhan 20%? Enggak bisa.
Ini soal regulasi ada implementasi tidak mudah, enggak bisa diselesaikan dengan undang-
undang. Omnibus Law hanya sebagai stimulus tapi enggak langsung mengubah kondisi,"
ungkapnya.
Kendati begitu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Sinumjo-rang
menuturkan bahwa kemudahan berbisnis yang ada di UU Cipta Kerja sudah cukup baik. Mulai
dari kepastian waktu, kelancaran dan birokrasi perizinan yang tidak berbelit belit. "Dari sisi
pengusaha sudah sangat komprehensif, tinggal pemerintah segera menyusun aturan teknis
seperti peraturan pemerintan dan peraturan menteri dan turunannya yang lain agar UU ini dapat
segera diimplementasikan," jelas Sarman.
Sama seperti Sarman, Ajib Hamdani, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyebut bahwa undang-undang yang baru ini sesuai
dengan yang harapan. Ajib menyatakan, adanya UU sapu jagat tersebut akan mampu
memberikan sentimen positif untuk ekonomi untuk bisa rebound.
"Karena pemerintah terlihat mempunyai komitmen untuk memberikan iklim kondusif untuk
investasi dan dunia usaha. Salah satu alat ukurnya, dengan adanya pengesahan Omnibus Law
Cipta Kerja ini, akan mendorong IHSG menyentuh 6.000 di akhir tahun 2020," kata Ajib.
Namun demikian, dari sisi pekerja beleid ini dirasa tak sesuai harapan. Presiden Konfederasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan bahwa secara garis
besar pihaknya menolak adanya klaster ketenagakerjaan di beleid sapu jagat tersebut.
Ini mergadi hal yang menarik. Pasalnya, saat pembahasan sebelumnya, KSBSI merupakan
serikat buruh yang mendukung pemerintah untuk mengesahkan ULI Cipta Kerja tersebut. "Kami
menolak klaster itu karena apa yang kami perjuangkan selama masuk di tim tripartit hanya
ditampung namun tidak lengkap. Artinya yang ditampung hanya parsial," ungkapnya
Terdapat empat poin yang dirasa memberatkan kalangan serikat buruh karena usulan mereka
tidak diakomodasi. Di antaranya mengembalikan upah minum ke peraturan sebelumnya,
mengenai pekerja kontrak, alih daya atau outsaurcing, dan pesangon.
"Mengenai pegawai kontrak juga kami perjuangkan agar kembali ke peraturan lama. Namun
ternyata tidak. Kemudian ketentuan outsourcing kami minta hanya pada sektor tertentu, tapi
ternyata dibuka seluas-luasnya hanya aspek perlindungannya yang ditambahi," jelas Elly.
313