Page 34 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2021
P. 34
Ajakan agar buruh berorganisasi tidak hanya ditujukan kepada pekerja formal sektor manufaktur
sebagaimana saat ini terlembaga lewat berbagai konfederasi dan aliansi buruh, tetapi juga
kelompok pekerja yang selama ini kurang mendapat representasi, seperti pekerja informal dan
pekerja platform digital (ekonomi gig).
Sekretaris Jenderal International Trade Union Confederation Asia Pasifik Shoya Yoshida, Senin
(4/10/2021), mengatakan, dinamika dunia kerja belakangan ini berubah drastis sebagai dampak
transformasi teknologi, reformasi industri, perubahan iklim, dan pandemi Covid-19.
Pandemi menguji kondisi ketenagakerjaan di seluruh dunia. Laporan Organisasi Buruh
Internasional (ILO) pada Januari 2021 mencatat, pendapatan pekerja di seluruh dunia jatuh
hingga 3,7 triliun dollar AS pada tahun 2020. Ironisnya, data dari Oxfam Briefing Paper pada
Januari 2021 menunjukkan, kekayaan kolektif miliarder dunia meningkat hingga 3,9 triliun dollar
AS dalam periode Maret-Desember 2020.
Yoshida mengatakan, sebelum pandemi, jutaan pekerja di Asia Pasifik sudah hidup dalam
kemiskinan dan lebih dari satu juta orang bekerja di lingkungan kerja tidak aman (upah rendah,
minim perlindungan, dan pekerjaan tak stabil). Pandemi memperparah krisis yang ada.
Oleh karena itu, perlu pembaruan kontrak sosial yang melibatkan pemerintah, organisasi
pengusaha, dan serikat pekerja (forum tripartit). Tanpa penyesuaian terhadap kontrak sosial itu,
kelompok pekerja atau buruh bisa menjadi pihak yang paling dirugikan di tengah laju perubahan.
"Ini momentum pembaruan kontrak sosial, memberikan pekerja porsi yang adil atas
pertumbuhan ekonomi, dan menghargai hak/perlindungan pekerja atas balas jasa kontribusi
mereka terhadap ekonomi," katanya dalam pembukaan Trade Union Regional Conference.
Guna mendorong pembaruan kontrak sosial itu, diperlukan model berorganisasi baru. Organisasi
pekerja yang solid dan kuat dibutuhkan agar dialog sosial dengan pemerintah dan pengusaha
seimbang.
Beberapa aspek yang menurutnya perlu diperjuangkan adalah penciptaan pekerjaan layak dan
berkelanjutan, pemenuhan hak pekerja, perlindungan sosial (jaminan sosial ketenagakerjaan)
bagi pekerja, kesetaraan, serta inklusivitas.
Direktur TURC Andriko Otang mengatakan, tren demografi ketenagakerjaan belakangan ini
semakin mengarah pada sektor informal sehingga perlu peran aktif serikat pekerja untuk
mengorganisasi pekerja informal dan memperjuangkan hak mereka.
Dialog sosial
Sejauh ini, organisasi pekerja di Indonesia masih bias terhadap sektor industri manufaktur.
Pekerja sektor lain, seperti jasa dan industri digital, belum banyak berserikat. Meskipun ada
organisasi pekerja yang bergerak mengadvokasi, jumlahnya belum banyak dan belum tergabung
dalam struktur formal tripartit atau terafiliasi dengan aliansi pekerja.
Akibatnya, posisi tawar mereka dalam negosiasi bipartit atau tripartit jadi lebih lemah ketika
terjadi pelanggaran hak pekerja.
"Sementara UU Ketenagakerjaan kita belum cukup melindungi pekerja-pekerja ini. Jadi, memang
perlu peran aktif serikat pekerja untuk merangkul mereka," kata Andriko.
Di Indonesia, tantangan juga datang lewat deregulasi ketenagakerjaan, melalui pengesahan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Regulasi sapu jagat itu mengubah
33

