Page 13 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JUNI 2020
P. 13
UMK DAN UMR MINTA DIPISAHKAN DARI KLASTER RUU CIPTA KERJA
Jakarta - Ketua Kebijakan PublikAsosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono
memintaklaster tenaga kerja dalam RUU Cipta Kerja kembali dibahas dengan mengecualikan
usaha mikro dan kecil (UMK) dari kewajiban memenuhi ketentuan upah minimum regional
(UMR) karena akan sulit untuk menerapkannya.
"Pembahasan 'omnibus law' (RUU Cipta Kerja) tetap berjalan, Baleg (Badan Legislasi DPR)
secara maraton terus melakukan pembahasan dengan Pemerintah. Ada satu kluster yang
ditunda pembahasannya yaitu tentang tenaga kerja. Tentang kluster tenaga kerja ini kiranya
perlu segera mendapat perhatian khusus, karena menyangkut kelanjutan ekonomi kita yang
porak poranda akibat wabah COVID-19. Khususnya hal-hal yang berkaitan dengan usaha mikro
dan kecil," katanya di Jakarta, Senin (15/6).
Iwantono mengatakan, UMK menjadi penyumbang terbesar lapangan kerja di Indonesia. Dari
total angkatan kerja pada 2018 sebesar 116.978.631 orang, sekitar 94 persen atau 113.207.796
orang diserap oleh usaha mikro dan kecil. Sedang usaha menengah adalah 3.770.835 orang
dan usaha besar 3.619.507 orang, atau masing-masing sekitar 3 persen.
Sementara rata-rata tingkat upah di lapangan sekitar Rp2-2,5 juta per orang per bulan,
lanjutnya, sedang menurut BKPM rata-rata upah minimum sekitar Rp3,93 juta per orang per
bulan.
"Dengan kondisi ini tidak memungkinkan usaha mikro dan kecil diharuskan membayar upah
minimum. Apabila dipaksakan akan terjadi kebangkrutan masai bagi usaha mikro dan kecil,
artinya akan terjadi pengangguran masai karena 94 persen tenaga kerja memang berada di
usaha mikro dan kecil," katanya. "Karena itu untuk usaha mikro dan kecil harus dikecua-likan
dari ketentuan UMR," katanya.
Ia mengatakan, sementara usaha menengah masih memungkinkan melaksanakan UMR karena
besaran omzet mereka adalah sampai Rp50 milyar.
Menurut Iwantono,UMR Indonesia ini memang sudah terlalu tinggi, yang mana menurut data
BKPM, rata-rata upah minimum tenaga kerja di Indonesia per bulan sebesar Rp3,93 juta,
Malaysia Rp3,83 juta, Thailand Rp3,19 juta, dan Vietnam Rp2,64 juta. Sehingga wajar jika
Indonesia tidak menarik bagi investor asing, apalagi ditambah dengan tingkat kenaikan upah
yang juga sangat tinggi di Indonesia mencapai 8,7 persen per tahun.
Sementara kenaikan upah rata-rata per tahun di Filipina 5,07 persen, Malaysia 4,88 persen,
Vietnam 3,64 persen, dan Thailand 1,8 persen. Padahal, produktivitas tenaga kerja di Indonesia
sejak tahun 2004 sampai 2018 tidaik mengalami kenaikan berarti, sementara upah naik sekitar
400 persen. Ia mengatakan, beberapa isu memang menjadi krusial dalam pembahasan RUU
Cipta Kerja. Namun kluster tenaga kerja sudah waktunya untuk dibahas, katanya.
Ia mengatakan, situasi ekonomi terus memburuk, dan untuk kembali normal memerlukan upaya
pemerintah yang sungguh-sungguh tepat dan berkualitas. "Kita menghadapi pengangguran
yang besar. Sebelum wabah COVID 19 pengangguran terbuka adalah 7,05 juta orang, saat ini
tenfti berlipat dari itu," katanya.bari
12