Page 337 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2021
P. 337

Penelitian  Dewan  PengupahanNasional  (2002)  mendefinisikan  bahwa  penetapan  upah
              berkeadilan merupakan suatu penerimaan kerja yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan
              kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Frasa kata “layak bagi kemanusiaan dan
              produksi” menunjukkan sisi keadilan bagi buruh dan pengusaha.

              PP Pengupahan diharapkan dapat menciptakan hubungan industrial yang harmonis, khususnya
              pada situasi pandemi yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Oleh
              karena itu, formulasi PP Pengupahan tidak lagi berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan
              inflasi. Berdasarkan PP Pengupahan terbaru, kenaikan upah mengacu pada kondisi ekonomi dan
              ketenagakerjaan dengan memperhitungkan batas atas dan bawah upah minimum.

              Menuai polemik

              Froid  (2016),  pakar  hubungan  industrial  menjelaskan  bahwa  model  kebijakan  pengupahan
              dengan menggunakan batas atas dan batas minimum bertujuan untuk menciptakan kepastian
              dalam berusaha sekaligus memberikan jaminan kenaikan upah yang adil bagi pekerja. Mazhab
              inilah yang diadopsi dalam UUCK, mengingat sebagaimana diketahui bahwa UUCK dimaksudkan
              untuk  menciptakan  kepastian  hukum  di  bidang  investasi  sekaligus  menciptakan  lapangan
              pekerjaan.

              Menteri Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) kepada para gubernur di seluruh
              Indonesia melalui SE Nomor 561/6393/Sj mengenai penetapan upah minimum tahun 2022 agar
              mempedomani pada formula yang telah ditentukan secara normatif di PP 36/2021 tentang upah.

              Polemik mulai muncul ketika dalam perundingan penetapan upah, gubernur menetapkan upah
              minimum di luar model 'batas atas-batas bawah' sebagaimana formula penetapan upah dalam
              PP Pengupahan. Misalnya di Provinsi DKI Jakarta, saat ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
              menetapkan upah di luar formula yang ditetapkan secara normatif dalam PP Pengupahan.

              Jika formula kebijakan pengupahan yang terkandung dalam PP Pengupahan dirasa tidak tepat
              maka seharusnya langkah hukum yang tepat adalah melakukan revisi pada PP Pengupahan, baik
              melalui jalur eksekutif (mekanisme revisi Peraturan Perusahaan) maupun melalui jalur uji materiil
              (judicial review). Cara ini untuk mengubah formulasi penetapan kebijakan pengupahan dalam
              PP  Pengupahan  yang  akan  dipedomani  para  gubernur  untuk  menetapkan  upah  minimum
              nantinya.

              Jika  dalam  penetapan  upah  minimum  gubernur  tidak  mempedomani  PP  Pengupahan  yang
              berlaku saat ini, kebijakan penetapan upah minimum nantinya akan berpotensi cacat hukum dan
              justru  menimbulkan  ketidakpastian  hukum.  Kebijakan  gubernur  dalam  menetapkan  upah
              minimum  yang  tidak  sesuai  dengan  formulasi  PP  Pengupahan  bertentangan  dengan  asas
              kepastian  hukum  dalam  penyelenggaraan  negara.  Oleh  karena  itu,  akan  sangat  mungkin
              kebijakan penetapan upah minimum yang menyimpang dari PP Pengupahan dibatalkan melalui
              pengadilan dan akibatnya justru menimbulkan ketidakpastian, baik bagi kalangan pengusaha
              maupun pekerja.

              Demikian  juga  pentingnya  mempedomani  PP  Pengupahan  adalah  untuk  menciptakan
              keseragaman kebijakan pengupahan secara nasional sehingga menjawab kebutuhan kepastian
              hukum, baik bagi pengusaha maupun sektor ketenagakerjaan. Dalam hal ini perlu ditegaskan
              bahwa PP Pengupahan tidak terdampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-
              XVIII/2020  yang  menyatakan  bahwa  UUCK  dinyatakan  inkonstitusional  bersyarat  yang
              disebabkan adanya cacat formal dalam pembentukannya.
              Dalam amar keempat putusan MK tersebut tentang UUCK menyebutkan bahwa UUCK sebagai
              aturan induk dari PP Pengupahan masih tetap berlaku 'setidaknya' hingga dua tahun yang akan


                                                           336
   332   333   334   335   336   337   338   339   340   341   342