Page 296 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2021
P. 296

neutral  -  Judha  Nugraha  (Direktur  Perlindungan  WNI  dan  Badan  Hukum  Indonesia  (BHI)
              Kementerian Luar Negeri) Sudah ada progress (kemajuan). Dua bulan lalu kami menerima nota
              diplomatik dari Kedutaan Besar RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang menyatakan salah satu
              perusahaan di Dalian, yang banyak mempekerjakan ABK kita, sudah memenuhi sebagian hak
              mereka

              negative - Riki Simamora (Ketua Asosiasi Pekerja Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)) Sejak Mei
              2021 hingga kini, kami menangani 60 ABK yang hampir semuanya mengeluhkan gajinya belum
              dibayar. Mereka bingung harus menagih gaji mereka ke mana karena pengelola perusahaan
              penyalurnya sudah dipidana. Bagus sih, penyalur-penyalur ilegal seperti itu dipidana. Tapi para
              ABK tersebut akhirnya tetap gigit jari karena gaji mereka tetap tidak dibayarkan

              negative - Riki Simamora (Ketua Asosiasi Pekerja Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)) Kalau
              cuma dipidana, mereka (para penyalur tenaga kerja) ini malah senang karena mereka jadi tidak
              perlu keluar uang untuk membayarkan kewajibannya. Nanti perusahaan-perusahaan seperti itu
              akan tumbuh lagi dan lagi. Rantai kasusnya tidak bisa diputus



              Ringkasan

              Dua anak buah kapal (ABK) Indonesia, Rila Salam dan Fathul Majid, tewas di kapal ikan China,
              Liao Dong Yu 571. Jenazah mereka tak pernah kembali ke Tanah Air. Sementara itu, 12 ABK
              yang selamat tak dipenuhi hak gajinya. Kisah pilu dialami warga Indonesia yang bekerja di kapal
              penangkap ikan asing. Jika beruntung bisa pulang, gaji tak terbayarkan. Jika naas meninggal di
              laut, jenazah tak kembali.



              JENAZAH TAK KEMBALI, GAJI TAK DIBERI

              Dua anak buah kapal (ABK) Indonesia, Rila Salam dan Fathul Majid, tewas di kapal ikan China,
              Liao Dong Yu 571. Jenazah mereka tak pernah kembali ke Tanah Air. Sementara itu, 12 ABK
              yang selamat tak dipenuhi hak gajinya.

              Kisah pilu dialami warga Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan asing. Jika beruntung
              bisa pulang, gaji tak terbayarkan. Jika naas meninggal di laut, jenazah tak kembali.

              Di perairan Kalimantan, seorang pemuda bernama Soleh (24) gelisah menunggu balasan pesan
              Facebook  dari  sahabatnya,  Rila  Salam  (22).  Biasanya,  Rila  yang  mengawaki  kapal  ikan
              berbendera China, Liao Dong Yu 571, di perairan Somalia langsung membalas dalam hitungan
              jam. Soleh tidak tahu, sahabatnya itu sudah tewas.

              Jika takdir tak berkata lain, seharusnya saat ini Soleh sedang bersama Rila, mengawaki sebuah
              kapal berbendera Taiwan dan menghasilkan lembar demi lembar dollar bagi keluarga di Tegal.
              Begitulah  ide  yang  Soleh  lontarkan,  2019  lalu,  untuk  menjawab  keluhan  Rila  yang  kesulitan
              mendapat pekerjaan. Rila menyukai ide itu.

              Pucuk dicinta ulam tiba, mereka bertemu seorang pria bernama Ali Imron, direktur eksekutif
              sekaligus pemilik PT Raja Crew Atlantik (RCA), perusahaan perekrut dan penyalur anak buah
              kapal (ABK) ke kapal asing. Ali menjanjikan penempatan di kapal perikanan berbendera Taiwan,
              persis seperti pekerjaan Soleh setahun belakangan.






                                                           295
   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301