Page 297 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2021
P. 297
Dua sahabat itu pun menyiapkan dokumen untuk pemberangkatan. Sayangnya, berkas mereka
dinyatakan belum lengkap sehingga keberangkatan ditunda. Akhirnya, Soleh memilih bekerja di
kapal perikanan domestik yang melaut di perairan Kalimantan. Ia dan Rila pun berpisah.
Bulan demi bulan pun berlalu tanpa saling kabar. Tiba-tiba, suatu hari pada Desember 2019 Rila
menelepon Soleh. Di luar dugaan, Rila mengabarkan dirinya sudah berada di atas sebuah kapal
ikan berbendera Taiwan. Soleh tertegun.
"Saya kaget, kok enggak pamit, tahu-tahu sudah di atas kapal. Ternyata dia ditawari calo buat
ngurus kekurangan dokumen supaya enggak ribet. Dia diminta bayar Rp 4 juta supaya bisa cepet
berangkat," kata Soleh ketika dihubungi dari Tegal, Jumat (24/9/2021).
Sejak itu, keduanya rutin bertukar kabar melalui Facebook. Anehnya, Rila yang awalnya
semangat mengejar dollar, lambat laun jadi suka mengeluh. Menurut Soleh, teman kelasnya di
bangku SMA itu mengatakan situasi di kapal tidak sesuai ekspektasi. Antara Desember 2019-Mei
2020, uang saku tunai senilai 50 dollar AS (Rp 714.000) per bulan di kapal Taiwan tak pernah
dibayarkan.
Beban kerja Rila semakin berat, apalagi setelah ia dipindah tanpa persetujuannya ke kapal pukat
berbendera China, Liao Dong Yu 571, pada Mei 2020. Dalam sehari ia hanya diberi waktu istirahat
dua jam. Lebih dari itu, ia tak akan diberi makan. "Dia pengen cepet pulang, enggak betah,"
kata Soleh menirukan isi pesan Rila.
Pada 19 Juli 2021, Rila dan seorang ABK asal Brebes, Fathul Majid, tertimpa kecelakaan saat
bekerja. Mereka dihantam pintu pukat dan rantai yang lepas, terbang terlibas ombak. Majid
tewas seketika di dek. Kepalanya hancur.
Perusahaan pemilik armada kapal Liao Dong Yu, Liaoning Daping Fishery Group Co Ltd, menolak
memulangkan jenazah Majid. Ia dikubur di suatu tempat di Somalia, sedangkan keluarganya di
Brebes dikirimi santunan ratusan juta rupiah.
Sementara itu, Rila terpental ke laut, dibiarkan hilang ditelan ombak yang bergejolak. "Katanya,
jenazahnya tidak dicari, masih di laut," ujar Soleh.
Peristiwa itu memang tak terkait langsung dengan Soleh. Namun, Soleh tak bisa menyangkal
rasa sesal mendalam dalam hatinya. "Jujur, saya merasa bersalah karena saya yang ngajak dia
daftar di PT RCA, tapi malah ketipu calo," kata Soleh.
Sejak itu, Soleh berusaha menghubungi Ali Imron untuk mengabarkan dan minta bantuan, tetapi
tidak pernah ada jawaban. Belakangan, Ali Imron disebut menghilang. Tak satu pun dari enam
nomor teleponnya aktif.
Keluarga Rila di Tegal juga kebingungan. Hingga detik ini, Muhajirin (30), kakak Rila, masih
belum bisa mencerna apa yang terjadi pada adik laki-lakinya. Mereka pernah menghubungi PT
RCA untuk meminta penjelasan, tetapi malah disuruh menunggu, entah sampai kapan.
Buntu di jalur perusahaan, keluarga Rila melapor ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
(Disperinaker) Kabupaten Tegal. Laporan itu ditanggapi dengan pelaksanaan mediasi antara
keluarga dengan perwakilan PT RCA di rumah Muhajirin. "Intinya mereka akan membantu
supaya keluarga dapat kompensasi dari perusahaan (penyalur) di Taiwan," tutur Muhajirin,
Selasa (5/10).
Uniknya, Kepala Disperinaker Kabupaten Tegal Nur Ma'mun mengaku tidak tahu hasil akhir
mediasi itu, apalagi pelaksanaannya. "Kalau memang keluarga belum puas, kami sarankan untuk
296