Page 298 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2021
P. 298
menempuh jalur hukum melalui pengadilan hubungan industrial," ujar Ma'mun ketika ditemui di
Tegal, Sabtu (25/9).
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan berbagai institusi lain telah
menghubungi Disperinaker Tegal untuk meminta kejelasan. Namun, Ma'mun mengaku tak bisa
berbuat banyak lantaran data terkait Rila tidak tidak masuk dalam Sistem Informasi
Ketenagakerjaan (Sisnaker). Artinya, PT RCA memberangkatkannya secara tak prosedural.
Kejadian ABK yang direkrut dan diberangkatkan PT RCA, yang kemudian meninggal di kapal
asing, bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, Riki Simamora (28), ABK yang direkrut, juga
meninggal saat bekerja di kapal berbendera China, Taixiang 11. Jenazah pemuda asal Pematang
Siantar, Sumatera Utara, itu dipulangkan melalui Batam, Kepulauan Riau, pada 21 Juli 2021.
Dalam rentang November 2019-Maret 2021, Fishers Center di Tegal dan Bitung (Sulawesi Utara),
mencatat 37 ABK asal Indonesia tewas ketika dan setelah bekerja dari kapal-kapal perikanan
asing. Mereka diberangkatkan 16 perusahaan penyalur ABK yang tidak resmi, salah satunya PT
RCA.
Tak dibayar Beberapa ABK armada Liao Dong Yu lebih beruntung, seperti Brando Brayend Tewuh
(28) asal Minahasa, Sulut, dan Muhammad "Aab" Abdullah (25) asal Cirebon, Jawa Barat.
Bersama 10 ABK lainnya, mereka direpatriasi pemerintah, 28 Agustus 2021 lalu, dalam keadaan
hidup dan sehat.
Namun, bukan berarti segala urusan sudah tuntas. Aab masih belum menerima sisa gaji serta
uang jaminan senilai 1.300 dollar AS (Rp 18,5 juta), sedangkan Brando 1.050 dollar AS (Rp 14,9
juta). Hak mereka itu seolah menguap begitu saja.
"Sampai sekarang belum ada kejelasan siapa yang mau mengganti. Saya berharap banget hak
kami ini bisa cair, setengahnya aja deh enggak apa-apa," kata Aab yang ingin merintis warung
siomay ketika dihubungi, Selasa (14/9).
Delapan dari 12 ABK yang baru saja direpatriasi adalah rekrutan PT RCA. Kini mereka menuntut
pertanggungjawaban dari Ali Imron, direktur eksekutif perusahaan itu. Namun, Ali menghilang,
tak jelas rimbanya. Tak satu pun mantan staf PT RCA mengaku tahu keberadaan bekas bosnya
itu, termasuk Edi Baron, mantan kepala mes calon ABK perusahaan itu.
Ketika dihubungi, Sabtu (25/9), Edi mengatakan perusahaan itu sudah bangkrut dan bubar sejak
April 2020. "Setahu saya, Pak Ali sekarang sama Pak John Albert. ABK yang masih aktif
dipasrahkan ke beliau," kata Edi yang sekarang menganggur.
John Albert adalah pendiri Indonesian Fisher Federation (IFF), sebuah lembaga nonpemerintah
yang, menurut profil LinkedIn-nya, juga merekrut, melatih, dan mengirim ABK ke kapal asing.
Dihubungi pada hari yang sama, John yang sedang berada di Karawang, Jawa Barat, menyatakan
sudah berkomunikasi dengan Brando dan kawan-kawan, tetapi tidak mau membantu mereka
karena keterbatasan anggaran pribadi.
Ia justru menyalahkan Brando karena membuat status di Facebook yang berisi tuntutan agar PT
RCA bertanggung jawab. "Gara-gara itu, Ali Imron susah dihubungi. Enggak tahu udah di mana
orangnya. Kalau udah dimasukin di Facebook sampai viral, si Ali pasti takut juga ketangkep
polisi," kata John kesal.
Menurut John, ke-12 mantan ABK armada Liao Dong Yu itu justru beruntung karena pembayaran
gaji mereka terbilang lancar, kecuali gaji bulan terakhir serta uang jaminan. "Masih untung cuma
jaminan yang enggak dibayar. Banyak kok (ABK) yang dua tahun kerja enggak dibayar sama
sekali," seru John Albert.
297