Page 26 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 JUNI 2020
P. 26
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengungkapkan, perbudakan ABK WNI itu seperti
fenomena puncak gunung es karena banyak kasus yang tidak terekspos.
"Kasus-kasus ini adalah puncak gunung as, "kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum
Indonesia Kemenlu Judha Nugraha dalam diskusi
daring mengenai kejahatan pada industri perikanan tangkap yang digelar di Jakarta, Rabu
(10/6).
KERJA PAKSA ABK MARAK
Kemenlu nilai moratorium tak menghentikan akar permasalahan kerja paksa ABK.
JAKARTA --- Kasus dugaan perdagangan orang serta kerja paksa yang menimpa anak buah
kapal (ABK) berkebangsaan Indonesia di kapal ikan asing ternyata sangat banyak setiap
tahunnya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengungkapkan, perbudakan ABK WNI itu
seperti fenomena puncak gunung es karena banyak kasus yang tidak terekspos.
"Kasus-kasus ini adalah puncak gunung as, "kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum
Indonesia Kemenlu Judha Nugraha dalam diskusi
daring mengenai kejahatan pada industri perikanan tangkap yang digelar di Jakarta, Rabu
(10/6).
Dalam tiga tahun terakhi r, kata dia, ada ribuan kasus ABK WNI yang ditangani BHI terkait
pelaut. Plada 2017 ada sekitar 1.200 kasus, 2018 sekitar L200 kasus, dan 20191.095 kasus.
Judha mengatakan, hal yang penting dilakukan adalah membenahi tata kelola migrasi yang
merupakan jawaban agar awak kapal perikanan Indonesia dapat memperoleh perlindungan
yang lebih baik.
Untuk itu, Judha menginginkan agar perlindungan dilakukan sejak dilakukannya perekrutan.
Namun, masalahnya, banyak awak kapal yang berangkat tidak melalui prosedur yang
semestinya.
Sementara, wacana moratorum pengiriman ABK ke berbagai kapal ikan asing dinilai hanya
sebagai solusi jangka pendek. Menurut Judha, moratorium tidak akan menghentikan akar
permasalahan kerja paksa WNI di luar negeri. "Mesti kita moratorium, tapi ini tidak serta merta
akan berhenti. Sebagai satu langkah kebijakan pendek, (moratorium) itu bisa kita lakukan," kata
dia.
Langkah strategis pemerintah saat ini, kata dia, melalui perbaikan tata kelola, perbaikan
perjanjian kerja laut, perbaikan kompetensi, dan upaya penegakan hukum. "Khususnya kepada
penegakan hukum, kami mendorong pemberatan hukuman mesti diberikan kepada pelaku
perdagangan orang," kata dia.
Dalam diskusi yang sama, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh
Abdi Suhufan memaparkan, dalam kurun delapan bulan teijadi tujuh kasus yang menimpa awak
kapal Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera Cina. "Kami mencatat, 73 orang awak
kapal Indonesia yang menjadi korban kekerasan ketika bekerja di kapal Cina dengan rincian
tujuh orang meninggal, tiga orang hilang, dan 63 orang selamat," kata Abdi. Data ini berbeda
dengan yang diungkapkan Abdi sebelumnya yang hanya 30 korban.
25