Page 16 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 AGUSTUS 2019
P. 16
Oleh karena itu, Timboel meminta agar Permenaker baru ini dikaji ulang dengan
pembahasan yang melibatkan juga serikat pekerja (SP)/ serikat buruh (SB),
sehingga Permenaker yang baru tersebut mampu mewujudkan sumber daya
manusia (SDM) unggul dan Indonesia maju.
Dengan Permenaker tersebut, proses perizinan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dan perusahaan pemborongan, selanjutnya disebut perusahaan
outsorcing (OS) yang dilakukan secara elektronik atau via online single submission
adalah hal yang baik, sehingga proses perizinan manual benar-benar diminimalisasi.
"Saya kira kemajuan teknologi memang harus berdampak positif terhadap proses
perizinan yang lebih baik," kata Timboel.
Menurut Timboel, ada beberapa hal yang perlu dikritisi di Permenaker yang baru ini,
yang memberikan kemudahan berlebihan untuk proses perizinan perusahaan OS,
yaitu, pertama, dihapuskannya ketentuan draft perjanjian kerja antara perusahaan
OS dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya sebagi syarat pendaftaran
perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan (user) dengan perusahaan OS,
yaitu di Pasal 20 Permenaker Nomor 11 tahun 2019, yang di Permenaker
sebelumnya ada, menjadi celah bagi perusahaan OS untuk tidak melakukan
perjanjian kerja dengan pekerja/buruhnya.
Menurut Timboel, adanya ketentuan tentang draft ini menjadi langkah awal bagi
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk meriview draft tersebut agar tidak ada pasal
yang melanggar. Faktanya saat ini banyak pekerja yang dipekerjakan tanpa
perjanjian kerja, dan bila ini dihapuskan maka potensi terjadi pelanggaran semakin
massif. Pekerja yang akan menjadi korban.
Kedua, Permenaker yang baru ini lebih menghaluskan sanksi yang diberikan. Bila di
Permenaker yang lama dikenakan sanksi pencabutan izin operasional maka sanksi di
Permenaker yang baru ini adalah sanksi administratif yaitu teguran tertulis yang
dilakukan sebanyak dua kali, dan pembekuan kegiatan usaha.
Pasal 23 Permenaker yang lama, proses pencabutan izin operasional menjadi
kewenangan Dinas Ketenagakerjaaan (Disnaker) Propinsi secara langsung namun
pada ketentuan yang baru proses sanksinya melalui sanksi administratif yaitu
teguran tertulis yang dilakukan sebanyak dua kali oleh Disnaker propinsi, dan
pembekuan kegiatan usaha oleh Menaker RI. Disnaker propinsi tidak berhak lagi
melakukan pencabutan izin operasional, karena itu sudah menjadi kewenangan
Menaker.
Selain itu, membaca perubahan di Pasal 23, juga mengubah pengenaan sanksi
secara lokasi bukan institusi perusahaan OS secara keseluruhan. Hal ini bisa dilihat
di Pasal 23 C yang menyatakan pembekuan kegiatan usaha untuk waktu tertentu
dan di wilayah terjadinya pelanggaran.
Jadi sifatnya terlokalisir, padahal pelanggaran yang terjadi biasanya akibat
keputusan direksi perusahaan OS, bukan keputusan manager lokal.
Page 15 of 110.