Page 17 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 AGUSTUS 2019
P. 17
Pengalihan kewenangan pemberian sanksi dan melokalisasi penerapan sanksi akan
berdampak pada proses pemberian sanksi menjadi lebih lama dan membuka
peluang terjadinya ketidakpastian hukum.
Ketiga, di Pasal 24 Permenaker yang baru, ketentuan berbentuk badan hukum
Perseroan Terbatas (PT) dihapus dan diganti hanya dengan badan usaha yang
berbentuk badan hukum, tidak spesifik berbentuk PT.
Demikian juga ketentuan-ketentuan lainnya seperti memiliki tanda daftar
perusahaan; memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan; memiliki izin
operasional; mempunyai kantor dan alamat tetap; dan memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) atas nama perusahaan, dihapus di ketentuan yang baru.
Tentunya tidak diwajibkan hal-hal tersebut di atas akan membuka peluang
pengelolaan perusahaan OS dilakukan sekadarnya saja seperti oleh sekelompok
pensiunan di sebuah perusahaan.
Keempat, Pasal 25 di Permenaker baru memastikan izin usaha perusahaan OS
berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Bila di Permenaker yang lama dimana
izinnya dikeluarkan Disnaker propinsi, izin operasionalnya hanya berlaku di
kabupaten/kota di wilayah propinsi tersebut. Dengan ketentuan baru ini maka
Disnaker propinsi akan kehilangan kewenangannya melakukan pengawasan dan
evaluasi terhadap perusahaan OS tersebut.
Kelima, Pasal 26 di Permenaker lama yang mensyaratkan izin operasional berlaku
tiga tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama dihapuskan, dan
di Permenaker yang baru dinyatakan izin usaha berlaku selama perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh menjalankan usaha.
Tentunya dengan dihilangkannya masa berlaku izin ini maka proses evaluasi kinerja
perusahaan OS akan tidak ada lagi, padahal evaluasi kinerja perusahaan OS menjadi
syarat disetujui atau ditolaknya permohonan izin yang baru, seperti diatur di Pasal
26 yang dihapus tersebut.
Penghapusan jangka waktu ini melebihi kebiasaan proses perizinan yang biasa
selama ini terjadi, bukankah SIUP, TDP, dan ketentuan lain ada masa waktunya.
Keenam, terkait isi Pasal 27 ayat (3), di ketentuan lama menyatakan "Dalam hal
perjanjian kerja tidak dicatatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi mencabut izin
operasional berdasarkan rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, namun di Permenaker yang baru hal ini
dihapuskan sehingga pelanggaran pencatatan perjanjian kerja tidak ada lagi
sanksinya. Penghapusan sanksi izin operasional tersebut akan berpotensi
menyuburkan pelanggaran kewajiban mencatat perjanjian kerja ke instansi
ketenagakerjaan. Dan hal ini tentunya akan menyulitkan proses pengawasan dan
akhirnya merugikan pekerja lagi," kata dia.
Page 16 of 110.