Page 185 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 JANUARI 2020
P. 185
Nining juga mengatakan RUU Cipta Lapangan Kerja membuat kontrak dan alih daya
( outsourcing ) diperluas baik dari segi waktu atau jenis pekerjaan, padahal dua
sistem kerja tersebut meningkatkan kerentanan buruh.
Belum lagi soal diubahnya sanksi jika pengusaha menghalangi buruh cuti haid,
melahirkan, tidak membayar upah minimum, upah lembur, atau menghalangi buruh
berserikat dan mogok, seperti yang diatur dalam UU 13/2003.
"Semua pelanggaran aturan-aturan itu nantinya cuma dihukum sanksi
administratif," katanya.
Hal lain yang ditolak Nining adalah rencana mengubah upah per bulan jadi dihitung
per jam. Bagi Nining, upah per jam "artinya buruh bukan manusia, sekadar mesin
produksi. Karyawan tetap terancam jadi karyawan jam-jaman." Sementara Ketua
Sindikasi, Ellena Ekarahendy, mengatakan yang terdampak dari peraturan ini juga
termasuk calon pekerja yang saat ini masih bersekolah.
"Dalam kondisi pasar tenaga kerja fleksibel yang terus diperluas, para pekerja
muda dan calon pekerja tidak akan memiliki jaminan kerja ( job security ) karena
sewaktu-waktu dapat dipecat dengan mudah dan murah. Mereka akan berstatus
sebagai buruh kontrak dan outsourcing bertahun-tahun tanpa ada kepastian,"
katanya.
Menurut Ellena, kondisi ini memperparah nasib para pekerja muda dan calon
pekerja yang sekarang dirugikan lewat sistem pemagangan. Sistem magang
membuat mereka menerima upah jauh dari layak.
Atas dasar itu semua, Gebrak mengampanyekan RUU Cipta Lapangan Kerja sebagai
"RUU Cilaka", yang mirip dengan diksi "celaka" (malang; sial; dan sejenisnya).
Naskah akademik dan Draf RUU Cipta Lapangan Kerja belum dapat ditemukan di
mana pun. Biasanya itu akan diunggah di laman kementerian atau DPR. Namun apa
yang dikhawatirkan para buruh mungkin benar-benar diakomodasi RUU Cipta
Lapangan Kerja karena itu sejalan dengan evaluasi pemerintah dan pernyataan
pihak-pihak terkait.
Dalam Laporan Akhir Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Terkait
Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan ( PDF ), Pusat Analisis dan
Evaluasi Hukum Kemenkumham merekomendasikan sejumlah pasal dalam UU
13/2003 diubah atau dicabut.
Misalnya peraturan soal outsourcing , Pasal 64-66. Disebutkan bahwa tiga pasal
outsourcing pada UU 13/2003 "tidak layak dipertahankan" dan "dibutuhkan
undang-undang tersendiri tentang outsourcing ." Kemudian soal cuti haid, Pasal
81, yang direkomendasikan dicabut karena menurut mereka "dengan kemajuan
teknologi dan perkembangan zaman, rasa sakit karena haid dapat dihindari dengan
meminum obat anti nyeri." Apa yang dikhawatirkan para buruh juga pernah
diutarakan pengusaha dan pejabat pemerintah.
Page 184 of 203.