Page 194 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2020
P. 194
UU CIPTA KERJA DIBUTUHKAN UNTUK PERCEPATAN PENCIPTAAN LAPANGAN
KERJA
Akademisi Institut Teknologi Indonesia (ITI) Yenny Widianty menyebut keberadaan Undang-
Undang (UU) No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dibutuhkan untuk salah satu kebutuhan
masyarakat saat ini, yakni percepatan penciptaan lapangan kerja.
"UU Cipta Kerja itu bagus. Penciptaan lapangan kerja itu harus, karena penduduk kita banyak
yang menuntut pekerjaan. Untuk penciptaan lapangan kerja, kata kuncinya percepatan," katanya
dalam keterangannya saat diskusi bertajuk yang digelar Institut Teknologi Indonesia (ITI)
Tangerang Selatan, pada Selasa (15/12) lalu.
Lanjut Yenny, percepatan penciptaan lapangan kerja, melalui UU Cipta Kerja, diupayakan dengan
menghilangkan hambatan-hambatan peraturan. Menurutnya, semangat UU Cipta kerja itu
seperti pola pikir orang berlatar belakang disiplin ilmu Teknik Industri, yang mengedepankan
penyederhanaan.
"Kalau melihat latar belakang keluarnya UU Cipta Kerja, itu sejalan dengan pola pikir orang teknik
industri. Kita bicara bagaimana melakukan penyederhanaan, membangun sistem yang lebih
simple dan menghilangkan pemborosan itu adalah pola pikir kami untuk menciptakan value,"
kata dosen Teknik Industri ITI Tangerang Selatan ini.
Yenny menilai positif soal penyederhanaan izin lingkungan dalam Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) Pelaksanaan UU Cipta Kerja bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Meski demikian, bagi Yenny, yang terpenting adalah bagaimana implementasinya.
Implementasi lah yang menurutnya yang akan menciptakan efektivitas untuk terwujudnya tujuan
dari UU Cipta Kerja.
Juga, efektivitas implementasi aturan, tambah Yenny, perlu didukung oleh kualitas sumber daya
manusia (SDM) tim penilai izin lingkungan. "Implementasinya tergantung dari para penilai
berbasis risiko ini," katanya.
Untuk itu, timpalnya, itu harus dipastikan kredibilitas dan integritas Tim Uji Kelayakan
Lingkungan Hidup,yang bertugas sebagai penilai Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dan diatur dalam RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja.
"Karena dalam beberapa kasus, orang memiliki wewenang, tapi tidak memiliki pengetahuan atau
tidak paham ruang lingkup dari pekerjaan," alasannya.
Ia berharap, jangan sampai karena Tim Uji Kelayakan Lingkungan yang tidak berintegritas,
membuat UU Cipta Kerja yang bertujuan menyelesaikan masalah,bisa menciptakan masalah
baru, yakni terkait kelestarian lingkungan.
Menurutnya, dalam upaya meningkatkan investasi demi penciptaan lapangan kerja, tetap harus
mempertimbangkan preferensi masyarakat setempat dan kelestarian lingkungan. Pembangunan
yang berkelanjutan, itu harus dikedepankan.
Ia mencontohkan pengalamannya saat menjadi konsultan kajian kawasan industri di Papua
Barat. Di sana, ia menemukan gap antara apa yang diinginkan masyarakat terkait kelestarian
lingkungan dengan pembangunan untuk tujuan ekonomi dan kepentingan investasi.
Lanjutnya, untuk pembangunan infrastruktur penunjang pembangunan itu harus menerabas
hutan konservasi. "Persoalan ini harus ditemukan jalan tengahnya," usulnya.
193