Page 230 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 JULI 2020
P. 230
ENAM SERIKAT PEKERJA DALAM TIM RUU CIPTAKER
Jakarta: Enam Serikat Pekerja taua Serikat Buruh (SP/SB) menyatakan konsisten terus bertahan
dalam Tim Teknis Pembahas Klaster Ketenagakerjaan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta
Kerja (Ciptaker) terdiri dari unsur pemerintah, Apindo, dan unsur SP/SB.
Enam SP/SB tersebut yakni KSPSI pimpinan Yorrys Raweyai, KSBSI, KSarbumusi, KSPN, FSP
Perkebunan dan FSP Kahutindo. Dua SP/SB yang mundur dari pembahasan RUU Ciptaker adalah
KSPSI pimpinan Andi Gani Nena Wea dan KSPI.
Sekjen Presidium SP/SB Indonesia yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat
Pekerja Nasional (KSPN), Ristadi, menjelaskan dibentuknya tim teknis pembahas klaster
ketenagakerjaan merupakan dorongan, tuntutan dan aspirasi SP/SB.
Di berbagai kesempatan, pihaknya juga menuntut kepada pemerintah soal pelibatan/partisipasi
SP/SB dalam tim pembahas. Karenanya, menjadi sangat aneh setelah dibentuk tim pembahas
malah ada SP//SB mungundurkan diri dari tim teknis "Maka dengan segala resiko, kami menjaga
konsistensi sikap atas apa yang sudah kami tuntut yaitu pembentukan tim. Kekhawatiran hanya
sebagai legitimasi atau dimanfaatkan sekedar formalitas sudah kami hitung sebelumnya," ujar
Ristadi kepada wartawan, di Dapur Cikajang, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020).
Ristadi menambahkan, alasan enam SP/SB untuk terus bertahan di dalam tim pembahas klaster
ketenagakerjaan juga sebagai strategi perjuangan. Dengan berada di tim pembahas, maka
banyak hal yang bisa dilakukan dalam perjuangan. Tak hanya aksi unjuk rasa tapi bisa lewat
publikasi, lobi politik, negosiasi, dan dialog sosial.
"Masuk di tim teknis adalah bagian dari negosiasi dan dialog sosial, tanpa mengabaikan upaya-
upaya perjuangan lainya. Forum tersebut kami gunakan semaksimal mungkin untuk
menyuarakan aspirasi-aspirasi yang berkembang dari anggota kami," kata Ristadi.
Ristadi menyatakan, masuknya enam SP/SB akan dimanfaatkan SP/SB sebagai media formal
untuk menyampaikan usulan, masukan, keberatan, dan penolakan SP/SB terhadap klaster
ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker.
"Jadi, sangat keliru dan tidak benar berada di tim teknis menjadi legitimasi. Kami memutuskan
untuk tetap berjuang di dalam tim teknis dengan segala konsekuensinya," ujar dia.
Ristadi mengungkapkan, sejarah mencatat bahwa sikap gerakan SP/SB sulit untuk satu suara.
Dulu, saat pembahasan RUU Ketenagakerjaan, kemudian disahkan menjadi UU Nomor 13 tahun
2003 terjadi, ada SP/SB masuk dalam tim pembahasan dan ada juga yang di luar melakukan
penolakan.
Selanjutnya, saat lahirnya UU BPJS juga terjadi hal yang sama, ada SP/SB yang masuk ikut
membahas, ada juga SP/SB yang tidak mau ikut membahas.
"Karenanya, perbedaan sikap ini tidak perlu diperdebatkan apalagi harus di hadap-hadapkan
untuk saling bermusuhan. Bagi kami semua adalah kawan seperjuangan, hanya rute jalan saja
yang berbeda," kata Ristadi.
Dari enam SP/SB yang tergabung menjadi Presidium SP/SB Indonesia itu, Ristadi mengklaim
memiliki jumlah anggota 2,7 juta pekerja.
"Ini aliansi terbesar dan akan sangat menentukan dan berperan penting terhadap kebijakan-
kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah," ujar dia.
229

