Page 35 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 06 DESEMBER 2019
P. 35
memang dinyatakan bersalah karena melanggar izin tinggal namun hanya dikenakan
hukuman wajib berkelakuan baik dan tidak boleh melanggar hukum selama 12
bulan ke depan.
Keesokan harinya, pada 5 November 2019, Yuli justru dibawa ke Castle Peak Bay
Immigration Centre (CIC), karena pihak imigrasi menilai tidak ada pihak yang
menjamin dan memberi tempat tinggal kepada Yuli. Ia lantas ditahan tanpa
pemberitahuan masa tahanan atau proses yang akan dilalui.
Selama di CIC, Yuli juga diperlakukan sangat buruk. CIC merupakan ruang
penahanan untuk orang-orang atau warga asing yang akan dipulangkan ke negara
asalnya atau sedang dalam proses pendataan atau pengajuan suaka.
"Jadi kami diperlakukan seperti tahanan yang sedang dalam pendidikan. Kami harus
senyum, kami ngomong, dihukum. Ketika saya ditahan, saya dipaksa bugil. Padahal
dalam tulisan di bukunya hanya meraba badan, tapi kenyataannya saya diminta
membuka baju dan bugil dan sebagainya yang membuat saya sempat depresi,"
sebutnya.
"Saya diminta untuk menulis bahwa saya bersedia menulis pernyataan sikap tanpa
pendampingan pengacara dan saya bersedia untuk mencabut aplikasi visa saya di
imigrasi Wan Chai. Dan meminta kepada pihak imigrasi untuk memulangkan saya
segera ke tanah air," ujarnya kepada DW Indonesia.
Yuli menolak keras permintaan tersebut karena merasa masih membututuhkan visa
kerja. Namun ia yang sudah tidak kuat lagi berada di CIC selama 28 hari penahanan
dan tanpa kejelasan, akhirnya memberikan pernyataan tertulis.
"Akhirnya aku bilang, 'baik aku akan menulis, tapi aku hanya tulis, aku mencabut
aplikasi visa dan aku akan mengajukan aplikasi visa baru setibanya di Indonesia dan
meminta imigrasi Indonesia untuk mengatur kepulanganku dengan sesegera
mungkin ke Surabaya," jelasnya.
Kegiatan jurnalistik Yuli tidak melanggar hukum Beberapa tahun lalu, Yuli menjadi
kontributor untuk koran lokal Hong Kong berbahasa Indonesia, yakni Suara.
Kemudian pada Maret 2019, Yuli dan teman-temannya membuat media sendiri,
yakni sebuah media online yang fokus membahas tentang bagaimana menjalin
komunikasi antar pekerja migran Indonesia di Hong Kong, yakni Migran Pos.
"Sebenarnya begini, kami itu pekerja rumah tangga. Kami itu sebenarnya seorang
manusia yang butuh informasi. Kami memang bukan orang Hong Kong, kami orang
Indonesia dan tidak harus terlibat hal apapun tentang isu politik. Tapi untuk isu-isu
seperti itu kami perlu tahu untuk melindungi diri kami sendiri," ujar Yuli.
Pada awalnya Yuli dan kawan-kawan mendirikan Migran Pos untuk berbagi informasi
antara pekerja migran Hong Kong. Saat demontrasi pro demokrasi Hong Kong
Page 34 of 141.