Page 36 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 06 DESEMBER 2019
P. 36
terjadi sejak Juni 2019, Yuli dan kawan-kawan kerap berbagi informasi seputar
kondisi jalanan, transportasi yang tertunda, lokasi bentrokan dan gas air mata. Ia
tidak menyangka bila tulisan-tulisan di medianya sampai dibaca pihak luar.
"Karena pekerja rumah tangga itu ada keterbatasan tidak semua bisa membaca
huruf Cantonese, tidak semua bisa membaca huruf Cina, tidak semua bisa membaca
bahasa Inggris. Ketika kami menyimak media berbahasa Indonesia pun, tidak
semua meliput dari titik yang sebenarnya. Mereka hanya mengutip dan terkesan
menambah sesuatu dari yang tidak ter- cover ," terangnya kepada DW Indonesia.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Miftah Faridl menilai, kegiatan
jurnalistik yang dilakukan oleh Yuli selama berada di Hong Kong, sama sekali tidak
melanggar hukum. AJI Surabaya juga mengecam keras deportasi yang dilakukan
pemerintah Hong Kong terhadap Yuli.
"Karena itu sebagai bentuk literasi, yang beberapa tahun ini marak atau lazim
terjadi di negara-negara yang menganut sistem demokrasi. Literasi warga kemudian
memunculkan jurnalisme warga," jelas Miftah.
Menanggapi hal ini, Miftah menilai memang tidak ada yang salah dengan tulisan-
tulisan Yuli dan kawan-kawannya di media tersebut. Menurutnya dalam jurnalisme
warga, siapapun berhak menyampaikan informasi.
"Ada masalah gak ketika seorang pekerja rumah tangga menjadi seorang jurnalis
warga? Menulis? Kan gak ada masalah sebenarnya. Siapapun bisa menjadi jurnalis
warga. Nah itu yang kemudian dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk
mendeligitmasi bahwa ngapain kamu? Kamu kan cuma PRT kok nulis? Kamu punya
kemampuan apa dalam menulis?," jelasnya kepada DW Indonesia.
Lebih lanjut Miftah menegaskan media yang Yuli buat adalah buah karya jurnalisme
warga.
"Dalam kemasan sebagai media alternatif, bagi pekerja-perkeja migran yang ada
disana. Ambil contoh misal seberapa banyak sih media mainstream yang ada di
Indonesia yang menerbitkan soal kehdupan TKW, pekerja migran yang ada di Hong
Kong? Di negara-negara dunia lainnya?," imbuhnya.
Menurut Miftah, aktivitas jurnalisme warga yang dilakukan Yuli dianggap berbahaya
oleh otoritas Hong Kong. Ia menambahkan bahwa yang dialami Yuli menjadi bukti
semakin buruknya kebebasan berekspresi di era demokrasi. Padahal, informasi-
informasi yang disampaikan Yuli, bermanfaat bagi banyak orang, terutama pekerja
migran di Hong Kong, yang ingin mengetahui dan mendapatkan informasi terkait
apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Miftah menyampaikan bahwa Yuli menyajikan informasi dari narasumber yang ada
di lokasi, ketimbang hanya informasi dan peringatan normatif yang diberikan
perwakilan Indonesia dalam hal ini KJRI Hong Kong.
Page 35 of 141.