Page 52 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 OKTOBER 2021
P. 52

HARAPAN BURUH UPAH MINIMUM PROVINSI YOGYAKARTA 2022 NAIK

              Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Ruswadi, menyampaikan
              rasa  keberatan  terkait  penggunaan  PP  36  Tahun  2021  tentang  penetapan  upah  itu  tetap
              dirasakan oleh kalangan serikat.

              Pasalnya, dewan pengupahan dari unsur serikat pekerja tidak bisa lagi melakukan survei KHL.

              Kendati demikian, Ruswadi berharap Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan
              Hamengku Buwono X menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) di 2022.
              "Dari  awal  sudah  mendengar,  kemarin  juga  sedang  PPKM  berkepanjangan,  ekonomi  belum
              menggeliat, pertumbuhan dan inflasi ekonomi stagnan tapi tidak seperti itu, perusahaan yang
              survive juga banyak," jelasnya.

              Ruswadi  berharap,  Sri  Sultan  mempertimbangkan  daerah-daerah  perbatasan  dalam
              merumuskan penetapan UMP mendatang.

              Dan usulan kenaikan UMP 2022 dari kelompok DPD KSPSI DIY disampaikan Ruswadi sebesar 12
              hingga 15 persen.

              Saat  ini  usulan  itu  masih  terus  dilakukan  penyempurnaan  oleh  para  serikat  pekerja,  dan
              rencananya berkas usulan itu akan disampaikan ke Gubernur DIY melalui Sekda DIY.
              "Ini baru awal dan belum kami godok dan belum final, ya, proyeksi kami sekitar 12 sampai 15
              persen yang kami usulkan. Nanti baru akan kami godok, tapi nanti angka yang akan muncul
              secara umum segitu," ungkapnya.

              Ruswadi mengatakan, wilayah DIY terbilang rapi dalam merumuskan penetapan upah.

              Sebab  melibatkan  dewan  pengupahan  dan  prosesnya  terstruktur  dari  unsur  apindo,  serikat
              pekerja, dan pemangku kebijakan.

              Namun  entah  mengapa,  wilayah  DIY  masih  rendah  angka  UMP-nya  meski  telah  melibatkan
              dewan pengupahan.

              "Saya pernah ke Magelang, di sana itu enggak ada dewan pengupahan. Hanya informal saja
              antara pekerja, Apindo, dan pemangku kebijakan.

              DIY yang prosesnya rapi tapi kenapa selalu tertinggal dari mereka," jelas Ruswadi.

              Kini, dia dan para pekerja lainnya masih menantikan pemaparan data dari BPS, sebagai formula
              untuk merumuskan upah.

              "Kami berharap ada keterbukaan data dari BPS, jelas kami nantikan dan jika ada ketidaksesuaian,
              ya, akan kami sampaikan," pungkasnya.

              (hda).













                                                           51
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57