Page 109 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 AGUSTUS 2021
P. 109
RUU PERLINDUNGAN PRT DIDESAK SEGERA DISAHKAN SETELAH 17 TAHUN
MANDEK
Sejumlah aktivis dan praktisi mendesak Dewan Perwakilan Rakyat RI segera mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT)
mengingat pembahasan RUU itu telah mandek selama 17 tahun.
Pengesahan terhadap RUU Perlindungan PRT penting, karena itu merupakan bentuk pengakuan
negara terhadap profesi pekerja rumah tangga sekaligus jadi dasar hukum untuk melindungi
hak-hak PRT sebagai pekerja, kata beberapa pembicara pada acara diskusi virtual yang digelar
oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa.
“Selama ini negara tidak hadir sama sekali dalam kehidupan bekerja pekerja rumah tangga,
(padahal itu) diamanahkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan untuk itu, selama ini
Jala PRT sudah memperjuangkan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga lewat advokasi
RUU Perlindungan PRT ke DPR sejak 2004,” kata Aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja
Rumah Tangga (Jala PRT) Yuni Sri Rahayu saat acara diskusi tersebut.
Ia menyebut sejak 2004 sampai 2021, RUU Perlindungan PRT telah beberapa kali masuk dalam
daftar program legislasi nasional (prolegnas), namuntidak menjadi prioritas dibahas dan
disahkan oleh DPR RI.
Walaupun demikian, ia tetap berharap masuknya RUU Perlindungan PRT dalam daftar prolegnas
prioritas 2021 dapat jadi pembuka jalan RUU itu masuk dalam pembahasan rapat paripurna DPR
RI.
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan para pekerja rumah tangga masih mendapat perlakuan
diskriminatif dan rentan jadi korban kekerasan fisik, psikis, seksual, dan kekerasan ekonomi.
“Dengan tempat kerja yang terisolasi, para PRT juga rentan jadi korban perdagangan manusia,”
sebut Yuni.
Jala PRT pada kurun waktu Januari 2018 sampai April 2019 telah menerima 3.257 laporan dan
aduan kekerasan yang dialami oleh para PRT.
“Kasus kekerasan PRT yang dilaporkan termasuk upah yang tidak dibayar, PHK (pemutusan
hubungan kerja, Red.) menjelang hari raya, dan THR yang tidak dibayar,” sebut Yuni.
Sementara itu, hasil survei yang dilakukan oleh Jala PRT terkait jaminan sosial untuk pekerja
rumah tangga menunjukkan 89 persen dari 4.843 PRT di tujuh kota tidak mendapat jaminan
kesehatan atau menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat
(KIS).
“Meskipun ada program penerima bantuan atau KIS, PRT mengalami kesulitan mengakses
program tersebut, karena itu bergantung dari (persetujuan) aparat lokal untuk menetapkan
(PRT) sebagai warga miskin,” terang Yuni.
Alhasil, mayoritas PRT terpaksa membayar sendiri biaya pengobatannya, sehingga banyak dari
mereka terpaksa berutang dengan majikan/pemberi kerja, kata dia menjelaskan.
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) Theresia Iswarini menyampaikan peringatan HUT ke-76 Republik Indonesia dapat
jadi momentum bagi para pengambil kebijakan untuk mengesahkan RUU Perlindungan PRT.
Ia menjelaskan para pekerja rumah tangga sebagai kelompok terpinggirkan dan rentan sudah
seharusnya mendapat perlindungan dan pengakuan atas profesinya.
108