Page 29 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 SEPTEMBER 2021
P. 29

perlindungan dari eksploitasi ekonomi dan dari pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan
              moral anak atau yang menghambat tumbuh kembang anak.
              Pada dasarnya, anak bukannya dilarang bekerja sama sekali. Standar perburuhan internasional
              pun telah membuat pembeda antara bentuk pekerjaan yang dapat diterima dan tidak dapat
              diterima untuk anak, sesuai usia dan tahap perkembangan mereka.

              Perlakuan ini diterapkan mulai dari pekerjaan formal hingga informal, di mana sebagian besar
              bentuk-bentuk pekerja anak yang tidak dapat diterima, ditemukan.

              Bentuk pekerjaan yang tak dapat diterima itu mencakup pekerjaan di perusahaan berbasis rumah
              tangga, usaha pertanian, jasa rumah tangga, dan pekerjaan tak dibayar lain yang dilakukan
              karena  adat  istiadat,  di  mana  anak-anak  bekerja  sebagai  imbalan  atas  makan  dan  minum
              mereka.

              Anak mungkin terdorong untuk bekerja karena berbagai alasan. Paling sering, anak terpaksa
              bekerja ketika keluarga menghadapi tantangan keuangan atau ketidakpastian, baik itu karena
              kemiskinan,  orangtua  yang  mendadak  sakit,  maupun  pencari  nafkah  utama  kehilangan
              pekerjaan.

              Pekerjaan rumah besar Konsekuensi dari anak yang bekerja sangat mencengangkan. Pekerjaan
              anak  dapat  mengakibatkan  kerusakan  fisik  dan  mental  yang  ekstrem  bahkan  kematian.  Ini
              bentuk dari praktik perbudakan dan eksploitasi seksual serta ekonomi. Di hampir setiap kasus,
              keputusan  untuk  bekerja  membuat  anak  berhenti  bersekolah  dan  kehilangan  hak  atas
              pemenuhan  kebutuhan  kesehatan  dasar,  membatasi  hak-hak  dasar  dan  mengancam  masa
              depan mereka.

              Berbagai upaya telah dilakukan di seluruh pelosok negara untuk menghentikan praktik pekerja
              anak, sayangnya sampai saat ini pekerja anak masih dan terus ada bahkan dapat kita temui di
              lingkungan sekitar kita. Coba berhenti sesaat dan renungkan, berapa banyak pekerja anak yang
              kita temui hari ini, yang bekerja sebagai loper koran, pemulung, atau pengamen? Pekerja anak
              ini terus ada karena orang-orang menerimanya dan mencari-cari alasan untuk menormalkannya.
              Hak-hak anak tidak dihormati, perjanjian dan konvensi internasional tidak dipatuhi, serta sistem
              pendidikan masih mengecualikan anak-anak miskin dan rentan.

              Selain  itu,  konsumen  menuntut  produk  murah  sehingga  digunakanlah  pekerjaan  anak  yang
              murah untuk memangkas ongkos produksi, rumah tangga mempekerjakan anak sebagai asisten
              rumah tangga karena biaya jasa yang lebih murah, serta tidak tersedianya pekerjaan yang layak
              untuk orang dewasa mengharuskan anak untuk bekerja.

              Tetapi yang paling utama, pekerja anak masih ada karena kita belum cukup berusaha untuk
              menghentikannya.

              Pada dasarnya, anak bukannya dilarang bekerja sama sekali.Berdasarkan data Sakernas pada
              Agustus 2020, diketahui 3,25 persen anak yang berusia 10-17 tahun merupakan pekerja anak
              (mencapai 1,4 juta anak), dengan proporsi anak perempuan berusia 10-17 tahun yang bekerja
              sebanyak 3,16 persen (lebih dari 600.000) dan proporsi anak laki-laki yang bekerja 3,34 persen
              (lebih dari 700.000).

              Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan merupakan lima
              provinsi dengan jumlah pekerja terbanyak di Indonesia, yaitu dengan jumlah pekerja anak lebih
              dari 100.000 orang di setiap provinsi ini.






                                                           28
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34