Page 50 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 JUNI 2020
P. 50
"Jadi penciptaan lapangan pekerjaan oleh pemerintah ini jangan dilihat oleh buruh atau serikat
buruh sebagai ancaman. Justru ini adalah era di mana mereka bisa bargaining kepada
pemerintah," ujar pengamat ketenagakerjaan Indonesian Consultant at Law (IClaw), Hemasari
Dharmabumi, melalui sambungan telepon, Kamis (11/6).
Hemasari menyebutkan, RUU Cipta Kerja memang memiliki keberpihakan terhadap pengusaha.
Itu karena tujuan dari RUU tersebut adalah untuk menciptakan lapangan kerja. Namun, kata
dia, keberpihakan itu bukan berarti secara otomatis merugikan buruh.
Salah satu contohnya soal upah minimum Kabupaten/Kota yang akan dihilangkan dalam RUU
Cipta Kerja. Upah minimum itu nantinya akan dikategorikan sebagai upah minimum provinsi,
UKM, hingga padat karya.
"Sekarang yang terjadi upah maksimum kan. Dengan ditetapkannya upah sekian, misalnya di
Karawang sebesar Rp 4,7 juta ya upahnya segitu aja. Upah minimum dijadikan upah maksimum
ini yang tidak benar," ujar dia.
Menurutnya, kebijakan upah maksimum membuat negosiasi upah tidak berjalan antara buruh
dengan pengusaha. Buruh, kata dia, tidak bisa mengajukan tuntutan kenaikan upah karena
dibatasi. Hemasari menjelaskan, RUU Cipta Kerja akan memberi kesempatan serikat pekerja
berunding dengan perusahaan dalam menciptakan keadilan.
"Jadi serikat buruh harus realistis. Kalau misalnya kita tidak mengundang investasi, tidak
membuka lapangan pekerja seluas mungkin akan membuat pengangguran tinggi," jelasnya.
Dia mengatakan, tingginya angka pengangguran memiliki hubungan langsung terhadap tidak
sejahteranya buruh. Contoh kasusnya, yakni pengusaha akan mencoba mencari buruh lain yang
belum memiliki kerja ketika ada buruh yang mengajukan kenaikan gaji di tempat usahanya.
"Nah pengangguran yang tinggi sebetulnya berdasarkan prinsip ekonomi itu kesejahteraan
buruh jauh dari tercapai," kata dia..
49