Page 36 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 Agustus 2019
P. 36
Pada perempuan yang mengalami dismenore sekunder, nyeri tersebut bisa
berlangsung lebih lama, sejak beberapa hari sebelum periode menstruasi dimulai,
dan bisa bertambah buruk saat periode menstruasi, dan mungkin tak hilang saat
haid berakhir.
Dan perlu diingat, pengobatan untuk pasien dengan dismenore sekunder ini bisa
saja tak sekadar menggunakan obat nyeri, tapi juga harus didukung dengan pola
hidup yang baik, di antaranya cukup tidur. Pada beberapa kasus, obat nyeri bisa
saja tak mempan untuk mengatasi dismenore sekunder, sehingga para pasien
mungkin perlu dioperasi.
Penghapusan Hak Cuti Tak Efektif Tingkatkan Produktifitas Peneliti Ketenagakerjaan
Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Triyono mengatakan revisi Undang-Undang
Ketenagakerjaan memang diperlukan, tapi pengusaha sebaiknya tak memangkas
hak-hak dari pekerja, seperti penghapusan cuti haid, pengaturan pesangon, serta
perpanjangan ketentuan kontrak karyawan.
"Sekarang saja pekerja yang kontrak setahun diperpanjang dua tahun saja masih
banyak yang kita temukan kasus-kasus yang belum terlaksana, apalagi
diperpanjang," ujar Triyono kepada Tirto, Sabtu (17/8/2019).
Triyono menyebut penghilangan cuti haid bukan cara yang tepat, sebab
menurutnya, cuti menstruasi adalah hak yang melekat pada pekerja perempuan.
"Adanya cuti haid justru bisa menambah etos kerja dari perempuan, karena merasa
dilindungi haknya sebagai pekerja, ini akan berpengaruh," ujar Triyono.
Jika pemerintah hendak meningkatkan investasi, Triyono berpendapat bahwa
negara harus menjamin kepastian dalam hukum penanaman investasi. Selain itu,
penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia.
Senada dengan Triyono, Peneliti Bidang Ketenagakerjaan LIPI, Ngadi juga
mengkritik poin usulan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurut Ngadi,
yang perlu diperbarui dalam UU Ketenagakerjaan adalah hubungan kerja yang
belum diatur setelah masuknya revolusi industri 4.0.
"Misalnya antara aplikator ojek online dengan pekerjanya, apakah masuk di undang-
undang. Ini hubungan kerja mereka seperti apa belum bisa terlindungi," ungkap
Ngadi saat dihubungi Tirto, Sabtu (17/8/2019).
Ngadi berpendapat, jika pengusaha dan pemerintah hendak merevisi undang-
undang dengan meniadakan cuti haid, artinya mereka belum bisa memahami makna
cuti haid.
"Kalau katakan mereka sakit, satu dua hari dipaksa untuk bekerja, produktivitas
pasti diragukan. Jadi tidak seperti yang diinginkan," tuturnya..
(tirto.id - Hukum ) Reporter: Widia Primastika Penulis: Widia Primastika Editor: Jay
Akbar
Page 35 of 171.