Page 74 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 FEBRUARI 2020
P. 74
peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya
berbeda, menjadi satu peraturan besar yang berfungsi sebagai "UU payung"
(umbrella act) atau UU sapu jagat.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Benny Riyanto menjelaskan,
secara historis praktik omnibus law diterapkan di negara-negara common law
system untuk memperbaiki regulasi di negaranya dalam rangka meningkatkan iklim
dan daya saing investasi. Padahal, Indonesia menganut civil law system sehingga
tantangannya beberapa hal butuh penyesuaian ekstra ketika mengadopsi undang-
undang dari sistem hukum yang berbeda.
Di satu sisi, gagasan tentang omnibus law muncul atas kritik presiden terhadap
karut-marutnya UU yang mengatur permasalahan yang saling berkaitan sehingga
terjadinya konflik norma, kekosongan hukum, disharmoni, konflik wewenang,
kerumitan birokrasi, kelambatan pelayanan, serta ekonomi berbiaya tinggi. Dan
kenyataannya Indonesia saat ini mengalami "hiper-regulasi" karena banyaknya UU
dibuat, namun kurang memperhatikan sinkronisasi dan harmonisasi materi muatan
antar-UU.
Untuk itu, omnibus law ditawarkan sebagai solusi atas kebijakan politik dan hukum
untuk memangkas berbagai hambatan pengaturan dan percepatan pelayanan
khususnya yang sering dikeluhkan investor, yakni panjangnya birokrasi dan
perizinan, diharapkan ketika berinvestasi tidak harus lagi mengurus perizinan ke
kementerian masing-masing.
Target utama undang-undang sapu jagat ini adalah cipta lapangan kerja yang akan
disederhanakan dan diharmonisasikan mencakup 11 klaster, yang kesemuanya
meliputi 177 UU dengan keberagaman materi muatan masing-masing.
Upaya untuk menyinergikan dan mengharmonisasi materi muatan 177 UU tersebut
ke dalam satu Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (OLCLK) jelas bukan persoalan
mudah dan sederhana, namun menjadi pekerjaan sangat rumit dan sarat berbagai
kepentingan.
Sekalipun DPR memastikan tidak akan serampangan dalam membahas OLCLK dan
menjadikan UU Ketenagakerjaan (UUK) sebagai basis pembahasan utama, klaster
ketenagakerjaan selama ini dianggap paling alot dan menimbulkan banyak polemik
karena mengatur fleksibilitas jam kerja, proses perekrutan dan PHK, mempermudah
perizinan tenaga kerja asing, sistem pengupahan berbasis jam kerja, aturan
mengenai pesangon, serta hubungan antara pekerja dan UMKM.
Serikat pekerja berpandangan bahwa OLCLK bukan cara terbaik untuk
meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, justru dapat
menghancurkan kesejahteraan pekerja yang salah satunya akan menghilangkan
upah minimum digantikan dengan sistem upah per jam.
Dapat dikatakan, pekerja atau buruh yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu,
Page 73 of 143.

