Page 36 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 JANUARI 2020
P. 36
Hal ini bertolak belakang dengan risiko yang mereka terima, yaitu secara rutin terpapar bahan
kimia beracun dan kondisi berbahaya lainnya.
Beberapa pekerja anak -anak itu bahkan tidak pernah bersekolah atau tidak belajar membaca
dan menulis.
Beberapa dari mereka juga diselundupkan melintasi perbatasan dan rentan terhadap
perdagangan atau pelecehan seksual.
Mereka juga banyak yang hidup dalam ketidakpastian, tanpa kewarganegaraan dan takut
terseret dalam penggerebekan polisi dan dijebloskan ke dalam penjara.
AP menggunakan catatan Bea Cukai AS dan data terbaru yang diterbitkan oleh produsen,
pedagang, dan pembeli untuk melacak proses pengolahan mereka.
Prosesnya mencakup dihancurkannya biji sawit hingga diolah menjadi sereal, permen, dan es
krim anak-anak populer yang dijual oleh Nestle, Unilever, Kellogg's, PepsiCo dan banyak
perusahaan makanan terkemuka lainnya, termasuk Ferrero.
Kemudian suatu hari ayahnya menyuruhnya berhenti sekolah karena bantuan Ima dibutuhkan
untuk memenuhi target perkebunan kelapa sawit yang tinggi, tempat dia dilahirkan.
Alih-alih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar, Ima malah berjongkok di cuaca panas yang
tak ada henti-hentinya untuk mengambil biji-bijian lepas yang berserakan di tanah.
Ia paham betul jika dia melewatkan biji-biji tersebut, bahkan satu biji pun, maka gaji keluarganya
akan dipotong.
Ima terkadang bekerja 12 jam sehari, dan hanya mengenakan sandal jepit, tanpa sarung tangan.
Ia sesekali menangis ketika duri-duri buah yang tajam membasahi tangannya atau ketika
kalajengking menyengat jarinya.
Beban yang dia bawa, terkadang begitu berat hingga dia kehilangan pijakan.
"Saya bermimpi suatu hari saya bisa kembali ke sekolah," katanya kepada AP. Air mata mengalir
di pipinya.
Pekerja anak telah lama menjadi noda hitam dalam industri minyak sawit global yang memiliki
kapitalisasi pasar senilai $ 65 miliar.
Meskipun sering ditolak atau diremehkan sebagai anak-anak yang hanya membantu keluarga
mereka di akhir pekan atau setelah sekolah, hal itu telah diidentifikasi sebagai masalah oleh
kelompok hak asasi manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan pemerintah AS.
Dengan sedikit atau tanpa akses ke tempat penitipan anak, beberapa anak kecil mengikuti orang
tua mereka ke ladang.
Mereka bersentuhan dengan pupuk dan beberapa pestisida yang dilarang di negara lain.
Seiring bertambahnya usia, mereka mendorong gerobak yang berisi buah dua atau tiga kali
beratnya.
Beberapa menyiangi dan memangkas pohon tanpa alas kaki. Sementara remaja laki-laki
memanen tandan sawit yang cukup besar untuk dihancurkan.
Atau mengiris buah dari cabang yang tinggi dengan pisau sabit yang dipasang pada tiang yang
panjang.
35