Page 46 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 JUNI 2020
P. 46
Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal di Jakarta, Senin
(8/6/2020), berpendapat, ada ketidakseimbangan yang tajam antara komposisi permintaan dan
penawaran di pasar tenaga keija. Jumlah angkatan keija yang tersedia jauh lebih banyak
dibandingkan ketersediaan lapangan kerja.
Pandemi Covid-19 membuat kondisi keuangan sebagian besar perusahaan terpukul. Sementara
itu, teijadi peningkatan angka pengangguran yang signifikan selama triwulan-1 dan triwulan-II
tahun 2020, terutama dari pekeija yang kehilangan sumber nafkah akibat dampak Covid-19.
"(Situasi) Ini jadi poin krusial dalam menyusun strategi pemulihan ekonomi nasional. Pemetaan
sektor strategis dan prioritas harus mengarah pada penciptaan lapangan kerja. Ini sangat erat
kaitannya dengan jenis investasi seperti apa yang mau kita izinkan dalam pemulihan," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angkatan keija Indonesia pada Februari 2020
bertambah 1,73 juta orang jadi 137,91 juta orang. Penambahan itu tidak diiringi dengan
penyerapan yang sama tinggi. Tingkat partisipasi angkatan keija (TPAK) pada Februari 2020
justru turun, yakni 69,17 persen, dibandingkan Februari
2019, yaitu 69,32 persen.
Adapun penyerapan tenaga keija tumbuh 1,29 persen secara tahunan atau melambat
dibandingkan pertumbuhan 1,8 persen pada Februari 2019. Situasi itu masih gambaran kondisi
fase awal pandemi dan diperkirakan memburuk pada triwulan 11-2020.
Sementara itu, pengangguran bertambah. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan per
27 Mei 2020, ada 380.221 pekerja formal yang diputus hubungan keija (PHK) dan 1.058.284
pekerja formal yang dirumahkan. Di luar itu, ada 318.959 pekeija sektor informal yang
kehilangan sumber nafkah akibat Covid-19.
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, selama Januari-Mei
2020, 161.042 pekerja migran pulang ke Indonesia karena kontrak keija berakhir. Secara total,
ada 1.953.105 orang yang tercatat kehilangan nafkah dan terancam menganggur.
Menurut Faisal, meski ekonomi mulai dibuka di fase normal baru saat ini, perusahaan tetap
membutuhkan waktu lebih lama untuk memulihkan kembali kondisi keuangannya. Pelaku usaha
pun akan memilih beroperasi dengan setengah kekuatan karyawan. Dengan kata lain,
perusahaan tidak akan memilih merekrut orang baru dan mempertahankan pekerja yang dimiliki
saat ini.
"Dalam kondisi seperti ini, yang akan lebih diuntungkan adalah para lulusan baru karena
umumnya bisa dibayar dengan gaji yang relatif lebih rendah," ujarnya.
Kartu Prakerja
Di sisi lain, situasi ini jadi kabar buruk bagi jutaan pekerja korban PHK dan dirumahkan selama
pandemi. Mereka menjadi kelompok yang paling sulit direkrut kembali. Meski Kementerian
Ketenagakerjaan sudah mengimbau pelaku usaha untuk mempekerjakan mereka lagi,
perusahaan tidak bisa menjanjikan karena keterbatasan kondisi finansial.
"Sejujurnya, banyak pelaku usaha yang meragukan apakah ke depan dengan normal baru ini,
omzet dan produksi bisa kembali lagi seperti awal atau tidak," kata Ketua Kamar Dagang dan
Industri DKI Jakarta Diana Dewi.
45