Page 53 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 SEPTEMBER 2021
P. 53

"Saya  juga  pengin  kerja  [berpenghasilan]  seperti  orang-orang  lain.  Mama  papa  mendukung
              saya," katanya.
              Di  Kedaibilitas,  ia  belajar  merintis  dan  mengembangkan  usaha  bersama  para  penyandang
              disabilitas lainnya. Mereka berkreasi mengolah penganan dan kerajinan. Tak hanya itu, bersama
              para mentornya ia juga berlatih mengelola arsip, surat menyurat dan pencatatan keuangan. Ia
              yakin suatu saat ia bisa diterima kerja di sebuah perusahaan. "Nanti kalau sudah diterima kerja,
              saya juga mau melanjutkan kuliah dengan biaya sendiri." Nanda tak sendiri. Di ruangan berbeda,
              Zulmy Erian (28) juga tampak sibuk mengolah adonan. Pria ini tampak berhati-hati saat menakar
              bahan untuk adonan kue. Tangannya silih berganti dari menimbang telur, mengaduk gula, susu
              dan sejumlah bahan lainnya. "Ini sedang bikin adonan pie susu," ujarnya.

              Erian merupakan penyandang disabilitas ganda. Disabilitas intelektual sekaligus disabilitas daksa.
              Dia juga kesulitan berbicara. Tapi, hal itu tak menghalangi Erian untuk berkreasi. Ia bercerita,
              bahwa dirinya diajak oleh pengelola Kedaibilitas untuk bergabung sekitar dua tahun lalu. "Saya
              dulu nakal. Minum-minum, merokok," ujar Erian mengenang.

              Ia melakukan itu sebagai pelarian karena kerap mendapat perlakuan kasar dari keluarganya. Ia
              bahkan sempat diusir oleh ibunya keluar rumah karena dianggap tak berguna.

              Di jalanan, Erian bertemu banyak orang tak bertanggung jawab. Mereka mengajak Erian untuk
              mengemis  dan  meminta-minta.  Orang-orang  itu  memanfaatkan  kondisi  fisik  Erian  untuk
              mengeruk keuntungan. Uang hasil mengemis Erian, kemudian digunakan oleh orang-orang itu
              untuk  bersenang-senang,  mengonsumsi  minuman  beralkohol,  membeli  rokok,  dan  hal-hal
              negatif lainnya.

              Beruntung  Erian  bertemu  pengelola  Kedaibilitas.  Erian  kemudian  diajak  untuk  belajar  dan
              mengikuti bimbingan. Tapi karena pengaruh buruk yang ia dapatkan sebelumnya, Erian jadi tak
              betah, ia sempat kabur-kaburan. "Saya lari, ke warung kopi, merokok, enggak mau belajar,"
              ujarnya.

              Tapi lambat lahun, Erian kemudian menyadari bahwa di Kedaibilitas lah ia seharusnya berada.
              Orang-orang  di  tempat  itu,  kata  dia,  bisa  memperlakukannya  sebagai  manusia  berdaya  dan
              setara.

              Kini dari hasil usahanya di Kedaibilitas, Erian mulai merasakan manfaatnya. Sedikit demi sedikit
              Erian mengumpulkan pundi-pundi dari hasilnya berusaha. "Nabung sedikit-sedikit, buat nikah,"
              cetus Erian, sambil tersenyum.

              Kedaibilitas merupakan unit usaha yang didirikan oleh Andi Fuad Rachmadi, seorang pengajar
              sekolah inklusi di Surabaya. Di tempat ini, para penyandang disabilitas, utamanya disabilitas
              intelektual, dibimbing untuk mengembangkan usaha bersama-sama.

              Tempat yang didirikan Andi tiga tahun lalu ini, dikelola olehnya serta sejumlah orang yang peduli
              terhadap para penyandang disabilitas. Ada banyak produk yang dihasilkan di tempat ini, seperti
              pie susu, donat, berbagai macam minuman dan kerajinan tangan.

              "Kedaibilitas  bukan  untuk  cari  profit,  tapi  tempat  ini  adalah  laboraturiam  usaha  bagi  para
              penyandang disabilitas, supaya mereka bisa jadi mandiri," ujar Andi.
              Menurut  Psikolog  Klinis  SDM  RS  Husada  Undaan  Wetan,  Reisqita  Vadika,  pengetahuan
              masyarakat  tentang  kondisi  disabilitas  intelektual  masih  terbilang  kurang.  Dampaknya,
              penyandang  disabilitas  kerap  mendapatkan  stigma  negatif  dan  dikucilkan.  Padahal,  kondisi
              disabilitas intelektual bukanlah aib.



                                                           52
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58