Page 116 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 AGUSTUS 2020
P. 116
Namun, tetap saja kemiskinan adalah musuh pembangunan. Masih adanya penduduk miskin,
berarti kue pembangunan belum dinikmati secara merata oleh seluruh bangsa. Mengatasi
kemiskinan menjadi tugas yang tiada berkesudahan dari satu rezim ke rezim berikutnya.
Awal Juli 2020, Bank Dunia menaikkan status Indonesia menjadi negara berpendapatan
menengah ke atas, dari sebelumnya berpendapatan menengah ke bawah. Itu
berarti, pendapatan per kapita rakyat Indonesia berada di rentang US$ 4.046 (Rp 59.107 juta)
hingga USS 12.535 (Rp 183.120 juta) per tahun.
Faktanya apakah benar demikian? Kemiskinan yang masih sejumlah 26 juta orang artinya
mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan
Rp 450.000 per kapita per bulan, atau Rp 5.4 juta per kapita per tahun.
Bandingkan dengan pendapatan per kapita minimal Rp 59 juta per tahun yang membuat Bank
Dunia menaikkan status Indonesia. Bak bumi dan langit, tak sampai 10%.
Hal ini mencerminkan adanya kesenjangan yang luar biasa antara mereka yang kaya dan miskin.
Pendapatan warga yang hidup di bawah garis kemiskinan terdongkrak
oleh mereka yang kaya.
Peningkatan status yang diberikan Bank Dunia setidaknya menunjukkan kebijakan pemerintah
membawa perubahan positif bagi perekonomian. Hal ini. tentu menjadi pencapaian yang
membanggakan bagi Indonesia, yang pada Agustus ini memasuki usia ke-75. Tidak berlebihan
jika Kementerian Keuangan menyatakan bahwa peningkatan status yang ditetapkan Bank Dunia
menjadi landasan untuk visi Indonesia menuju negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia
pada 2045.
Tersapu Badai Covid-19
Namun, pencapaian itu kini terancam seiring datangnya badai pandemi Covid-19 yang mulai
terasa pada triwulan II 2020. Pada Selasa (5/8), BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada triwulan II2020 mengalami kontraksi, yakni -5,32% dibandingkan periode sama
tahun sebelumnya, dan -4.19% dibandingkan triwulan I 2020. Kenyataan tersebut, membuat
status Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas seolah tak memberi dampak
berarti bagi perbaikan ekonomi.
Menurut ekonom Universitas Surakarta. Agus Trihatmoko, dampak pandemi Covid-19 yang telah
melumpuhkan hampir sebagian besar sektor usaha, membuat angka pengangguran dari pekerja
formal dan informal meningkat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Hal itu. tidak hanya mempengaruhi tingkat pendapatan penduduk karena banyak pekerja
kehilangan penghasilan tetap, tetapi juga meningkatkan angka kemiskinan.
Dalam kondisi normal, peningkatan PDB Indonesia pun tidak bersifat inklusif karena hanya
dirasakan kelompok tertentu, di mana ketimpangan penghasilan rata-rata masyarakat kelas
marginal dengan kelompok kaya sangat lebar.
"Jadi, dalam kondisi pandemi saat ini, status yang diberikan Bank Dunia jelas tidak relevan lagi
mengategorikan Indonesia masuk negara middle-up income," kata Agus.
Dampak pandemi Covid-19
mengguncang kondisi ekonomi semua kelas masyarakat. Bagi kelompok menengah-atas sifatnya
hanya mampu bertahan. Sedangkan bagi kelompok marginal yaitu buruh. pekerja informal dan
UMKM. semakin terpuruk kehidupan ekonominya.
115