Page 35 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 08 OKTOBER 2019
P. 35
Pasalnya, dia mendengar pemerintah sedang mengupayakan menambah jumlah
sektor yang bisa dilakukan alih daya dari yang ada saat ini yakni jasa keamanan,
katering, kebersihan, transportasi, dan pertambangan migas.
Dia mengaku, dia mendapatkan informasi bahwa terdapat sejumlah poin lain yang
akan direvisi yakni pengurangan angka pesangon dari sembilan kali gaji menjadi
enam kali gaji dan penghitungan kenaikan upah minimal provinsi dari setahun sekali
menjadi dua tahun sekali.
Selain itu, ada pula usulan penambahan masa kontrak dalam perjanjian kerja waktu
tertentu dari maksimal dua tahun menjadi lima tahun.
"Kami tidak mengharamkan revisi UU Ketenagakerjaan karena memang sudah
terlalu usang. Namun, kalau usulan revisinya seperti itu dan kami tidak pernah
diajak komunikasi, jelas kami tolak," tegasnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani
mengatakan pemerintah sebaiknya segera membuka diri dalam proses revisi UU
Ketenagakerjaan. Hal itu diperlukan agar masukan dan persetujuan dari kalangan
buruh dapat segera diperoleh.
"Kita sedang berlomba dengan negara lain untuk menarik investasi. Maka ketentuan
seperti UU Ketenagakerjaan sudah harus direvisi. Saat ini sudah tidak lagi relevan
ketentuan itu," ujarnya.
Ketegasan dan kecepatan pemerintah untuk merevisi ketentuan dalam
ketenagakerjaan, menurutnya akan memberikan kepastian baru bagi pengusaha
untuk berinvestasi dan berekspansi di Indonesia.
Namun demikian, dia meminta agar revisi tersebut tidak bersifat berat sebelah, atau
cenderung mengakomodasi satu pihak saja. Langkah itu menurutnya diperlukan
untuk menjaga iklim berbisnis di Indonesia.
Dia mengatakan sejumlah hal yang patut direvisi dalam UU No.13/2003 a.l.
penurunan besaran pesangon kepada korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan
perhitungan upah minimum provinsi (UMP) yang bersahabat bagi pebisnis dan dapat
memacu produktivitas tenaga kerja.
Pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak menilai tarik ulur pelaksanaan
revisi UU No.13/2003 disebabkan oleh kebingungan Kementerian Ketenagakerjaan
dalam memulai proses tersebut.
Dia menduga kementerian tersebut berada pada posisi terjepit antara menjalankan
instruksi kepala negara, permintaan pengusaha dan tuntutan tenaga kerja.
"Maka dari itu, saya sarankan bentuk saja kelompok kerja (pokja) untuk membahas
Page 34 of 75.