Page 30 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 08 OKTOBER 2019
P. 30
memuat tulisan "Dijual/Disewakan".
Subhan (38), yang pernah bekerja di pabrik tersebut di bagian produksi pemintalan
sejak 2012 hingga 2018, membenarkan bahwa pabrik tempatnya bekerja sudah tutup.
Ia dan beberapa rekan kerjanya ikut terdampak dari tidak berproduksinya lagi pabrik
tersebut.
Saat pertama kali diterima bekerja, kata dia, sebenarnya produksi perusahaan masih
cukup tinggi.
Lalu setelah itu, perusahaan beberapa kali terseok-seok, tapi masih tetap berproduksi
meski kuantitasnya berkurang. Hingga akhirnya PHK massal pun dilakukan perusahaan
sebelum memasuki tahun 2019.
"Katanya perusahaan bangkrut. Saya sempat cari-cari kerja ke pabrik lain, tapi susah.
Sempat kerja di pabrik garmen, tapi gajinya kecil. Lalu saya keluar. Nah, sekarang
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya jadi sopir ojol dulu," ujar Subhan ditemui
di sekitar lokasi pabrik, Senin (30/9).
Menurut pantauan Tribun di depan gerbang masuk, tidak ada aktivitas apa pun di dalam
pabrik. Tidak ada suara gemuruh mesin produksi seperti pabrik tekstil pada umumnya.
Suasana di halaman pabrik juga hening. Hanya ada ada petugas keamanan yang
berjaga.
"Di sini sudah tidak ada aktivitas lagi. Sudah berhenti beroperasi. Mesin produksi dan
karyawan sudah tidak ada lagi. Ini pabriknya mau dijual. Terakhir yang kerja di sini ada
hampir seribuan," ujar Sandi, petugas keamanan setempat.
Pada era 1990-an, pabrik ini merupakan salah satu pabrik tekstil terbesar dengan
karyawan mencapai lebih dari 2 ribu orang. Saat itu, pabrik tersebut memproduksi
bahan tekstil, mulai dari pemintalan kapas menjadi benang, benang menjadi kain,
hingga memproduksi bahan kain setengah jadi.
Tak main-main, pabrik ini mampu mengekspor hasil produksinya hingga ke Amerika
Serikat, Asia Timur, dan Eropa. "Dulu di Kabupaten Bandung mah, pabrik tekstil ini
adalah yang terbesar," ujar Tito (64), mantan karyawan PT UTI, saat ditemui di Jalan
Adipati Agung, Baleendah, Senin (30/9).
Pabrik tersebut memanjang di salah satu ruas Jalan Banjaran-Bandung sepanjang kira-
kira 300 meter. Pintu gerbang masuknya sejak dulu berwarna kuning. "Ini pabrik tekstil
yang dulu produksinya terbesar. Kami masih ingat dulu di era tahun 2000, bonus
karyawan bisa sampai 8 kali gaji plus THR," ujarnya.
Namun, pada 2006 kondisi keuangan perusahaan mulai goyah. Tito terkena imbas PHK
bersama ribuan karyawan lainya.
"Saya keluar kena PHK tahun 2006. Perusahaan tetap jalan tapi hanya produksi
pemintalan, yakni dari kapas hingga benang," ujar Tito. (tim).
Page 29 of 75.