Page 23 - USHUL FIQH (1)_Neat
P. 23

Yang dimaksud percampuran (al-talabbus) adalah ada dua macam
              kemungkinan, yaitu menyempurnakan ibadah atau berpindah kepada
              keringanan (rukhshah).  Al-Talabbus ini menyebabkan keserupaan,
              kebingungan, dan kesulitan. Kaidah di atas menjelaskan bahwa dalam
              keadaan demikian wajib menyempurnakannya.
                  Contohnya: apabila seseorang telah berniat untuk melaksanakan
              puasa Ramadhan, kemudian pada siang harinya dia mendadak harus
              bepergian jauh: apakah dia harus menyelesaikan puasanya ataukah dia
              harus membatalkannya dengan alasan bepergian? Berdasarkan kaidah
              di atas, orang tersebut harus menyempurnakan puasanya, tidak boleh
              membatalkan puasanya.
                                                             ِ ِ

                                               ﲎﻌﻤْ ﻟا  ِ ﻞﻘﻌﻣ ﺮـﻴﻏ ةدﺎﺒﻌْ ﻟا ﰲ سﺎﻴﻗ ﻻ
                                                           َ
               4)                                                                 َْ َ  َُْ َْ َ َ  ِ  َ َ ِ  َ
              “Tidak bisa digunakan analogi (qiyas) dalam ibadah yang tidak bisa dipahami
              maksudnya”.
                  Sudah barang tentu kaidah tersebut tidak akan disepakati oleh
              seluruh ulama, karena masalah penggunaan qiyas sendiri tidak disepakati.
              Yang menyepakati adanya qiyas pun, dalam menggunakannya ada yang
              menerapkannya secara luas, seperti pada umumnya mazhab Hanafi. Ada
              pula yang menggunakan seperlunya.(H.A.Djazuli, 2010: 116)


              E.   Aliran-aliran Ushul Fiqh

                  Setelah Ilmu Ushul Fiqh berkembang dengan pesatnya di kalangan
              Imam Mazhab dan diteruskan dengan para murid masing-masing mazhab,
              maka kemudian muncullah beberapa aliran-aliran ushul fiqh sebagai
              respons atas terus berkembangnya ilmu ini. Ada dua aliran besar ushul
              fiqh pada masa itu yang berbeda, yaitu:

                  Aliran pertama disebut dengan aliran Syafi’iyyah dan Jumhur
              Mutakallimin (ahli kalam). Aliran ini membangun ushul fiqh mereka
              secara teoretis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’ (masalah
              keagamaan  yang  tidak  pokok).  Dalam  membangun  teori,  aliran  ini
              menerapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari naqli (Al-
              Qur’an dan atau Sunnah) maupun berbagai mazhab, sehingga teori tersebut
              adakalanya sesuai dengan furu’ dan adakalanya tidak. Setiap permasalahan
              yang diterima akal dan didukung mazhab maupun tidak, sejalan dengan
              kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.




                                                             Bab 1  Pendahuluan  9
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28