Page 18 - USHUL FIQH (1)_Neat
P. 18
Menurut Rachmat Syafi’i (2010:17) ashl mempunyai beberapa arti:
1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama ushul
fiqh bahwa ashl dari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah
dan Sunnah Rasul.
2. Qaidah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda Nabi Saw.:
ٍ
ُْ ِ َ َْ َ ُ ْ ِ َ ُ
لﻮﺻُأ ﺔﺴﲬ ﻰَ ﻠﻋ مﻼﺳﻹا ِ ﲏﺑ
َ
“Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar atau fondasi).” (HR Bukhari)
3. Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqh:
ِ
ِ
ِ
ﺔﻘـﻴ ﻘْ ﳊا مﻼَ ﻜْ ﻟا ﰲ ﻞﺻَ ﻷَأ
َ
َُ
ْ
َ ْ
ُ
“Yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah arti hakikatnya”
(Rahmat Syafi’i, 2010:18). Maksudnya yang menjadi patokan dari
setiap perkataan adalah makna hakikat dari perkataan tersebut.
4. Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula
selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya seseorang yang
hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan
perkawinannya? Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum
ada berita tentang kematiannya. Ia tetap terpelihara haknya seperti tetap
mendapatkan waris, begitu juga ikatan perkawinannya dianggap tetap.
5. Far’u, (cabang). Seperti perkataan al-Ghazali yang dikutip oleh Rachmat
Syafi’i (2010: 18):
ِ ِ
بَْ ﻸﻟ عﺮـﻓ ﺪَ ﻟﻮْ ﻟَأ
ٌ َ ُ
ْ َ
“Anak adalah cabang dari ayah”.
Dari kelima pengertian ashl di atas, yang biasa digunakan adalah dalil,
yakni dalil-dalil fikih.
Kata fiqh secara etimologis, berakar pada kata atau huruf “Fa-qo-ha” ( ( ﻓﻪﻘ ) )
yang menunjukkan kepada “maksud sesuatu” atau “ilmu pengetahuan”. Itulah
sebabnya, setiap ilmu yang berkaitan dengan pemahaman sesuatu, disebut
dengan fiqh (Umar Syihab, 1996:11). Salah satu contoh dari penggunaan kata
tersebut adalah sebagaimana dalam Al-Qur’an (QS Al-A’raf [7]: 179):
4 Ushul Fiqh

