Page 5 - Pertemuan 2
P. 5
BAB I
PANGGILAN HIDUP SEBAGAI UMAT ALLAH
MATERI PERTEMUAN 2
A. PERKAWINAN DALAM TRADISI KATOLIK
1. Arti dan makna perkawinan menurut beberapa pandangan.
a. Menurut Peraturan perundang-undangan
1) Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, di mana sila yang pertama ialah Ketuhanan
Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani,tetapi
juga unsur batin/rohani.
2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 UU berbunyi:
“Perkawinan ialah ikatan lahir-batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
3) Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungan dengan keturunan, yang merupakan
tujuan perkawinan. Pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang
tua.
a. Pandangan Tradisional
Dalam masyarakat tradisional perkawinan pada umumnya masih merupakan suatu
”ikatan”, yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita, tetapi
juga mengikat kaum kerabat si laki-laki dengan kaum kerabat si wanita dalam suatu
hubungan tertentu. Perkawinan tradisional ini umumnya merupakan suatu proses, mulai dari
saat lamaran, lalu memberi mas kawin (belis), kemudian peneguhan, dan seterusnya.
b. Pandangan hukum (yuridis)
Dari segi hukum perkawinan sering dipandang sebagai suatu ”perjanjian”. Dengan
perkawinan, seorang pria dan seorang wanita saling berjanji untuk hidup bersama, di depan
masyarakat agama atau masyarakat negara, yang menerima dan mengakui perkawinan itu
sebagai sah.
c. Pandangan sosiologi
Secara sosiologi, perkawinan merupakan suatu ”persekutuan hidup” yang mempunyai
bentuk, tujuan, dan hubungan yang khusus antaranggota. Ia merupakan suatu
lingkungan hidup yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri dapat mencapai
kesempurnaan atau kepenuhannya sebagai manusia, sebagai bapak dan sebagai ibu.
d. Pandangan antropologis
Perkawinan dapat pula dilihat sebagai suatu ”persekutuan cinta”. Pada umumnya, hidup
perkawinan dimulai dengan cinta. Ia ada dan akan berkembang atas dasar cinta. Seluruh
kehidupan bersama sebagai suami-istri didasarkan dan diresapi seluruhnya oleh cinta.
2. Ajaran Gereja tentang Perkawinan
a. Makna Perkawinan
1) Perkawinan menurut Kitab Hukum Kanonik
Dalam Kan 1055 diungkapkan paham dasar tentang perkawinan gerejawi. Di sini
dikatakan antara lain tentang:
a) Perkawinan sebagai perjanjian; Gagasan perkawinan sebagai perjanjian ini
bersumber pada Konsili Vatikan II (GS 48), yang pada gilirannya menimba aspirasi
dari Kitab Suci.
b) Perkawinan sebagai perjanjian menunjuk segi-segi simbolik dari hubungan
antara Tuhan dan umatnya dalam Perjanjian Lama (Yahwe dan Israel) dan
Perjanjian Baru (Kristus dengan GerejaNya). Tetapi dengan perjanjian ingin
diungkapkan pula dimensi personal dari hubungan suami-istri, yang mulai sangat
ditekankan pada abad modern ini.
5