Page 10 - Microsoft Word - uas aplikasi komputer
P. 10
kelak disebut culturstelsel. Van den Bosch ingin menjadikan Jawa sebagai aset yang
menguntungkan tanah air dalam tempo sesingkat mungkin dengan menghasilkan komoditi
pertanian tropis, terutama kopi, gula, dan nila (indigo), dengan harga murah sehingga dapat
bersaing dengan produk serupa dari belahan dunia lain. Van den Bosch menyarankan sebuah
sistem yang dia klaim lebih sesuai dengan tradisi orang Jawa, yang didasarkan atas penanaman
dan penyerahan secara paksa hasil bumi (forced cultivation) kepada pemerintah. Raja menyetuji
usulan-usulan tersebut, dan pada bulan Januari 1830 Van den Bosch tiba di Jawa sebagai
Gubernur Jenderal yang baru (Zulkarnain, 2010:3). Kebijakan cultuur stelsel ini berdasarkan
pada asumsi bahwa desa di Jawa berutang kepada pemerintah. Utang itu diukur senilai 40% dari
hasil panen desa yang bersangkutan. Tanaman itu antara lain nila, kopi, tembakau, teh, tebu dan
kakao (Sudirman, 2014:267).
Gubernur Jendral Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem tanam
paksa dengan tujuan utamanya yaitu untuk mengisi kas pemerintahan Belanda yang kosong,
Gubernur Jendral Van den Bosch membuat peraturan yang mewajibkan rakyat untuk
menyerahkan landrento (Wahyudin, 2015). Sebenarnya pada masa tersebut sebutan tanam paksa
tidak dikenal oleh masyarakat pribumi, hal ini dikarenakan pada awal mulanya pemerintahan
Belanda menyebut sistem yang diterapkan di wilayah Indonesia dengan sebutan Cultuurstelsel
atau bisa juga disebut dengan sistem kultivasi dan baru pada tahun-tahun berikutnya sejarawan
Indonesia menyebutnya dengan sistem tanam paksa. Sebutan ini diberikan karena bentuk
kebijakan yang diberikan oleh pemerintahan Belanda terhadap masyarakat pribumi atas dasar
paksaan.
Pada tahun 1854, dikeuarkan Regerings Regelment (RR). Salah satu pasalnya
menyebutkan bahwa Gubernur Jenderal boleh menyewakan tanah dengan ketentuan yang akan
ditetapkan ordonansi. Kelompok liberal yang berperan sebagai pengusaha dan pemilik modal
berada di belakang keluarnya undang-undang tersebut. Tujuannya agar pemerintah memberikan
pengakuan terhadap penguasaan tanah oleh pribumi sebagai hak milik mutlak (eigendom).
Dengan demikian, dimungkinkan terjadinya penjualan tanah dan penyewaannya karena tanah
adat dan kas desa tidak dapat diperjualbelikan atau disewakan. Selain tujuan tersebut, pemerintah
memberikan kesempatan kepada pengusaha swasta untuk dapat menyewa tanah jangka panjang
dan murah (Sudirman, 2014:267).
10

