Page 18 - BULETIN 1134
P. 18
BULETIN
BULETIN Parlementaria
'Fintech Lending' Perlu Payung Hukum Kuat Guna
KOMISI XI • DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA EAwal Muharam mengingatkan per- tian dalam menyusun regulasi fintech, se-
Lindungi Semua Pihak
Menurut Ecky, perlu adanya kehati-ha-
ra disrupsi sektor keuangan
menjadi semakin tak terelakan.
bagaimana yang dilakukan di sejumlah neg-
Anggota Komisi XI DPR RI Ecky
ara yang lebih maju sektor keuangannya.
Bahkan, Ecky menyebut bahwa fintech di
lu adanya regulasi khusus terkait sektor
keuangan digital atau financial technolo-
bisa dicangkokkan pada perbankan yang
gy (fintech). Menurutnya, pola bisnis yang
terus berubah seiring dengan pesatnya
sudah ada. Dengan demikian, tidak ada
lagi gap dan barrier dari permasalahan fin-
perkembangan teknologi terkadang tidak sejumlah negara sangat didorong untuk
sebanding dengan respons regulasinya. tech lending yang sudah ada.
“Terkadang regulasi terlambat untuk “Saat ini ketika tidak ada aturan yang
memgantisipasi perubahan-perubahan lebih rigid, sebagaimana yang diatur
atau kemajuan dari teknologi informasi. kepada sektor perbankan, BPR ataupun
Tetapi dari setiap kemajuan teknologi LKM, maka tentu standar-standar yang
apapun yang tekait dengan masalah harus diberikan mengikuti standar-standar
keuangan ini, ujung-ujungnya harus bisa bisnis yang sudah ada, bisnis prosesnya
memberi manfaat yang sebesar-besarnya harus mirip dengan perbankan. Intinya
bagi semua pihak, baik pada pemilik dana kita menghimbau untuk lebih mendalami
(lender) maupun bagi masyarakat yang dulu terkait risiko, mitigasi dan bisnis pros- Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Muharam.
Foto: Arief/Man
membutuhkan dana (borrower),” kata Ecky es yang ada dalam fintech ini,” tandasnya.
melalui video conference dalam rapat Dalam penjelasannya, Sekretaris
dengar pendapat komisinya bersama Aso- Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Ber- POJK yang sudah ada, menurut kami, per-
siasi Fintech Pendanaan Bersama Indo- sama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko lu dipertimbangkan masak-masak adanya
nesia (APFI) yang berlangsung di Gedung mengungkap bahwa produk keuangan suatu UU Fintech, karena jangan sampai
DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/1). lainnya seperti perbankan, multifinance, ada celah hukum bagi oknum yang berke-
Tentu sudah menjadi concern utama asuransi, hingga LKM semuanya memiliki giatan ilegal, tetapi tidak bisa ditangkap
bagi anggota dewan yang berkedudukan payung undang-undang. Saat ini, regulasi hukum. Law enforcement seperti ini yang
sebagai pembuat regulasi atau legal yang digunakan fintech adalah Peraturan kami butuhkan untuk meredam pinjol
maker, untuk melindungi kedua pihak OJK Nomor 77/POJK.01/2016, namun aturan ilegal,» pintanya.
tersebut. Sementara selain kedua pihak itu belum bisa membedakan sistem operasi Sebelumnya dipaparkan, adanya
tersebut juga masih terdapat lembaga antara fintech yang sudah berizin dan pemahaman yang keliru antara fintech
entitas perbankan, baik bank umum terdaftar, lebih-lebih mengatur pinjaman on- pendanaan atau peer-to-peer lend-
maupun bank pengkreditan rakyat (BPR) line (pinjol) yang dianggap ilegal. ing (P2P) dengan pinjol. Secara tegas, pin-
maupun lembaga keuangan mikro (LKM). “Fintech ini kan karena bayi baru jol dipastikan ilegal karena tidak terdaftar
Tergolong baru, Ecky mempertanyakan lahir, berpegang pada Peraturan OJK. ataupun tidak mendapatkan izin OJK. Se-
sejauh mana manfaat yang diberikan Ini memiliki implikasi hukum, karena lain itu, pinjol dipastikan tidak melakukan
dari kehadiran fintech dalam konteks sepanjang kita berdiskusi, sebagian proses identifikasi, seleksi, dan proses
perekonomian. besar menyebut pinjaman online itu skoring secara benar terhadap setiap
“Apakah betul ada sebuah ruang en- pinjaman yang ilegal. Kenapa mereka calon penerima pinjaman. Perbedaan
clave yang tidak tersentuh dengan dunia bisa hadir? Karena ada kekosongan atau lainnya, identitas dan pengurus pinjol
perbankan, BPR atau LKM, yang sudah ada ruang hukum, karena ketika menangkap hingga alamat kantornya tidak jelas. Yang
dalam hal meningkatkan inklusi keuangan. pinjol harus under UU ITE, dimana mengerikan, sebagai jaminannya pinjol
Permasalahan lainnya, apa manfaat bagi sebagian besar yang dirugikan pinjol menggunakan data pribadi pengguna
para borrower dan perekonomian untuk mereka menolak melapor ke polisi,» kata secara bebas.
bisa membuat biaya mahal menjadi lebih Sekjen AFPI. “Untuk saat ini jika UU Fintech masih
rendah dengan adanya pemanfaatan Hal inilah yang kemudian menjadi con- agak perlu waktu lama, kami harap di
teknologi ini,» tanyas politisi Partai cern utama asosiasi fintech. Meski pihak tengah OJK yang sedang melakukan re-
Keadilan Sejahtera (PKS) itu. asosiasi berkeinginan untuk menyetop visi POJK 77/2016, aturan tersebut dapat
Dengan tegas Ecky mengingatkan maraknya pinjaman online, namun ia men- memberikan ruang gerak fleksibilitas
bahwa sebagai regulator, DPR tidak perlu gaku belum mendapat support dari sisi untuk inovasi dalam pemberian pinja-
terburu-buru untuk membuat sebuah regulasi. Menurut Sunu, jika ingin meng- man. Terus terang, aturan yang sudah
regulasi terkait fintech. “Kita harus hilangkan pinjol, maka jalan satu-satunya ada punya banyak restriksi yang akan
membuat kajian yang integrated, terkait dengan membuat aturan yang hanya sangat menghambat ruang gerak fin-
bagaimana sistem keuangan fintech yang membolehkan fintech lending yang resmi tech ke depannya. Meskipun OJK sudah
akan dibangun di Indonesia ini termasuk terdaftar di OJK untuk dapat beroperasi. mengakomodasi masukan kami sehingga
kontribusi yang akan diberikan seperti “Kuncinya, pertama, kita sangat men- beberapa dihilangkan, tapi ini belum final,
apa, baik dalam konteks teknologi maupun dukung disahkannya UU Perlindungan kami tetap mengharapkan dukungan agar
kelembagaannya, termasuk mengukur Data Pribadi, sehingga yang tidak memiliki industri ini mampu tumbuh,» tutup Sunu.
risiko yang akan timbul ketika fintech nanti izin akan melanggar hukum. Terkait perlu alw/sf
kita buat regulasinya,» imbaunya. tidaknya aturan yang lebih tinggi dari
18 Nomor 1134/I/II/2021 • Januari 2021 Nomor 1134/I/II/2021 • Januari 2021 19