Page 119 - PDF Compressor
P. 119

Era  otonomi  daerah  pun  memberikan  peran  besar  pada  media
                     massa.  Undang-Undang  No.  22  Tahun  1999  yang  direvisi  menjadi
                     Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lebih
                     menitikberatkan  pada  partisipasi  dan  kontrol  masyarakat  serta
                     pemberdayaan  institusi  lokal.  Salah  satu  upaya  yang  harus  dilakukan
                     demi suksesnya otonomi daerah adalah mengoptimalkan peran institusi
                     lokal nonpemerintah, seperti media massa.
                            Masyarakat  Transparansi  Indonesia  (2002)  mencatat  beberapa
                     aspek penting dari peran institusi lokal, yakni: a) sebagai civil society yang
                     ikut  berpartisipasi  sekaligus  melakukan  kontrol  terhadap  kebijakan
                     publik yang diambil pemerintah, b) dapat menjadi lembaga alternatif bagi
                     masyarakat  yang  dapat  melahirkan  konsep-konsep  alternatif  bagi
                     perkembangan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan lokal,
                     c)  dapat  melakukan  upaya  penyadaran  bagi  masyarakat  agar  ikut
                     berpartisipasi dalam proses pembangunan lokal, dan d) saluran alternatif
                     bagi  aspirasi  masyarakat  yang  tersumbat  oleh  lembaga  eksekutif  atau
                     legislatif.
                            Konsepsi ideal era otonomi daerah tersebut memberi kesempatan
                     besar  bagi  media  massa  lokal  untuk  lebih  berperan  aktif,  sekaligus
                     merupakan  peluang  dan  tantangan  untuk  lebih  maju  daripada  media
                     nasional.  Karena  selama  ini,  disadari  ataupun  tidak,  selaras  dengan
                     sentralistik  pemerintahan  masa  lalu,  media  massa  lokal  selalu
                     ditempatkan pada posisi nomor dua di mata masyarakat.
                            Realitas masa lalu tidak dapat disangkal bahwa media massa yang
                     dominan mengusung  local message  lebih cenderung terpuruk ketimbang
                     yang  banyak  menyodorkan  global  message.  Tidak  ada  satu  pun  media
                     massa  di  Jawa  Barat,  misalnya,  yang  menggunakan  sarana  komunikasi
                     bahasa  Sunda  hidup  lebih  layak.  Nyaris  semua  media  cetak  berbahasa
                     Sunda  dalam  kondisi  kembang  kempis.  Bahkan,  di  beberapa  daerah  di
                     Indonesia, media cetak berbahasa daerah sudah lama lenyap.
                            Hal  yang  sama  menimpa  juga  pada  media  elektronik,  terutama
                     televisi  lokal.  Jika  tidak  segera  beranjak,  televisi  lokal  pun  akan
                     ditinggalkan. Beruntung, beberapa radio sudah lama beralih visi sehingga
                     selamat. Namun, radio yang masih berkutat pada kubangan local message
                     harus menerima nasib yang sama.
                            Padahal dalam skala nasional, pada era reformasi ini sistem politik
                     Indonesia  memberikan  kebebasan  lebih  pada  media  massa  untuk
                     berekspresi  jika  dibandingkan  pada  era  Orde  Baru.  Eksistensi  media
                     massa saat ini lebih mendapatkan tempat untuk memosisikan diri sebagai
                     kekuatan  keempat  (fourth  estate)  dalam  suatu  negara  yang  menganut
                     sistem  pemerintahan  pembagian  kekuasaan,  seperti  Indonesia.  Media
                                                       117
   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124