Page 139 - PDF Compressor
P. 139

Dunia  hukum  sebenarnya  sudah  sejak  lama    memperluas
                     penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi  persoalan  kebendaan
                     yang  tidak  berwujud,  misalnya,  dalam  kasus  pencurian  listrik  sebagai
                     perbuatan  pidana.  Namun,  kenyataannya  kegiatan  siber  tidak
                     sesederhana  itu  karena  tidak  lagi  dibatasi    teritori  suatu  Negara  yang
                     mudah  diakses  kapanpun  dan  dimanapun.  Kerugian  dapat  terjadi  baik
                     pada  pelaku  traksaksi  maupun  pada  pihak  lain  yang  tidak  pernah
                     melakukan    transaksi,  misalnya  pencurian  dana  karti  kredit  melalui
                     pembelanjaan  di internet.  Padahal,  pembuktian  merupakan  faktor yang
                     sangat  penting    karena  informasi  elektronik  bukan  saja    belum
                     terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif,
                     melainkan  juga  sangat  rentan  untuk  diubah,  disadap,  dipalsukan,  dan
                     dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik, sehingga
                     dampaknya sangat konpleks dan rumit.
                            Permasalahan  lain  yang  lebih  luas  terjadi  pada  bidang
                     keperdataan  karena  traksaksi  elektronik  untuk  kegiatan  perdagangan
                     (electronic  commerce)  telah  menjadi  bagian  dari  perniagaan  nasional  dan
                     internasional.  Dalam  kegiatan  ini  dikenal  adanya  dokumen  elektronik
                     yang  kedudukannya disetarakan dengan  dokumen yang  berada  di  atas
                     kertas.
                            Kegiatan  media  sistem  elektronik  atau  ruang  siber  (cyber  space),
                     meskipun  bersifat  virtual  dapat  dikategorikan  sebagai  tindakan    atau
                     perbuatan hukum yang nyata . Secara yuridis kegiatan pada ruang siber
                     tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional
                     saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan
                     hal yang lolos dari pemberlakukan hukum. Kegiatan dalam ruang siber
                     adalah  kegiatan  virtual  yang  berdampak  sangat  nyata  meskipun  alat
                     buktinya bersifat elektronik.
                            Agar  pemanfaatan  teknologi  informasi,  media,  dan  komunikasi
                     lebih  optimal,  perlu  diperhatikan  sisi  keamanan  dan  kepastian  hukum
                     bagi berbagai  pihak. Hal ini dapat terwujud jika dilakukan pendekatan
                     hukum  yang  optimal  juga.  Bahkan  pendekatan  hukum  ini  merupakan
                     bagian  yang  mutlak  harus  ada  karena  tanpa  kepastian  hukum  akan
                     muncul persoalan-persoalan yang sulit untuk dicari solusinya.
                            Berkaitan dengan itu, lahirlah Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
                     tentang  Internet  dan  Transaksi  Elektronik.  Isi  undang-undang  sangat
                     simple, tetapi rumit dan kompleks yang terdiri dari XIII Bab dan 54 pasal:
                     Dua pasal tentang Ketentuan Umum, satu pasal tentang Asas dan Tujuan,
                     delapan  pasal  tentang  informasi,  dokumentasi,  dan  tanda  tangan
                     elektronik,  empat  pasal  tentang  Penyelenggaraan  Sertifikasi  Elektronik
                     dan  Sistem  Elektronik,  enam  pasal  tentang  Transaksi  Elektronik,  empat
                                                       137
   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144