Page 132 - BUMI TERE LIYE
P. 132
TereLiye “Bumi” 129
”Apa yang kita lakukan sekarang?” Seli bertanya, suaranya masih
bergetar. Dia menatap sekeliling aula. Ruangan besar itu kosong
melompong.
Aku ikut memeriksa aula. Selain untuk rapat, pertemuan guru---wali
murid, dan pertunjukan seni, aula itu sekaligus merangkap lapangan
olahraga indoor. Ada lapangan bulu tangkis di dalam-nya, yang
garis-garisnya ditimpa lapangan futsal, lapangan voli, dan lapangan basket.
Ada empat lapangan sekaligus di lantai aula. Praktis, jika ingin bermain bulu
tangkis, tinggal pasang tiang dan netnya. Kalau ingin bermain basket, lepas
tiang dan net badminton, dorong tiang-tiang basket yang disimpan di
sudut-sudut aula.
Di luar aula suara keramaian semakin terang. Juga sirene mobil
pemadam kebakaran.
”Apa yang akan kita lakukan sekarang?” Seli mengulan g
per-tanyaannya.
”Kita menunggu,” Ali menjawab. ”Jika sudah banyak orang di sekolah
ini, kita bisa menyelinap di tengah keramaian tanpa menarik perhatian.”
Seli mengembuskan napas pelan, beranjak duduk bersandar kan
dinding aula, wajahnya terlihat lelah. ”Aku lapar, Ra... Kita tidak jadi makan
di kedai fast food.”
Aku menatap Seli, siapa pula yang mau makan di kedai fast food?
Kondisi kami mengenaskan begini. Bisa-bisanya Seli ingat makan siang.
Dasar perut karung.
”Bagaimana kamu tahu kami ada di belakang?” Seli menoleh ke arah
Ali, bertanya.
”Eh, aku beberapa hari terakhir memang menguntit Ra.” Ali nyengir ,
menjawab ringan, seolah kata menguntit itu hal biasa. ”Sejak aku curiga dia
bisa menghilang. Kamu tadi me-nangkap kabel listrik itu, Seli. Bagaim ana
kamu melakukannya?”
http://cariinformasi.com