Page 279 - BUMI TERE LIYE
P. 279
TereLiye “Bumi” 276
Enak saja Seli bilang begitu. Aku melompat hendak menutup mulut
Seli, menyuruhnya diam. Dalam situasi tidak jelas, di dunia aneh pula, enak
saja Seli menggodaku.
”Anakanak, kita sudah sampai,” Ilo memotong gerakan tanganku.
Aku menoleh, gerakan tanganku terhenti.
Ilo tersenyum, menunjuk ke depan.
Aku ternyata keliru. Sejak tadi, saat Av dan Ilo berbicara tentang
”rumah peristirahatan”, aku pikir itu juga akan berbentuk bangunan bulat
di atas tiang, dan kami harus naik lift menuju atasnya. Ternyata tidak.
Rumah itu persis seperti rumah ke-banyakan di kota kami, meskipun di
sekelilingnya terdapat pagar tinggi.
Itu rumah yang indah, seperti vila tepi pantai di kota kami. Dua lantai,
seluruh bangunan terbuat dari kayu, semipanggung. Lampu teras luarnya
menyala terang, juga lampu-lampu kecil di jalan setapak. Ada banyak pot
kembang di halaman, juga taman buatan yang indah. Di halaman, di pasir
pantai, terdapat kanopi lebar dengan beberapa bangku rotan. Ini sesuai
namanya, rumah peristirahatan, sama sekali bukan Rumah Bulan.
Ilo mengarahkan kapsul kereta perlahan merapat di dermaga kayu
menjorok ke laut, berhenti sempurna di sisi dermaga, mem-buka pintu
kapsul, lantas mematikan tuas kemudi manual.
”Ayo, anakanak.” Ilo turun dari bangku.
Kami turun dari kapsul. Ilo sempat mengikat kapsul dengan tali di
dermaga kayu agar kapsul tidak dibawa ombak. Kami berjalan beriringan di
atas dermaga, menuju jalan setapak yang di kiri-kanannya tersusun karang
laut dan pot bunga.
Tiba di anak tangga, Ilo mendorong pintu.
Vey sudah menunggu kami sejak tadi. Dia lang-sung berseru melihat
siapa yang datang. Vey melompat turun dari kursi ruang depan, memeluk Ilo
erat. Wajah cemasnya me-mudar dengan cepat, digantikan tawa pelan yang
renyah. ”Syukurlah kalian baikbaik saja.”
http://cariinformasi.com

