Page 34 - BUMI TERE LIYE
P. 34
TereLiye “Bumi” 31
ISA hujan sepanjang pagi sudah menguap di jalanan saat angkot
yang kutumpangi merapat di depan rumah. Seli bilang nanti dia yang bayar.
Aku mengangguk, lalu turun dari angkot.
Aku berlari-lari di rumput halaman, membuka pintu depan, ber-teriak
mengucap salam—suara Mama terdengar menjawab dari dapur. Aku naik ke
lantai dua, menuju kamarku, melempar tas sekolah sembarangan ke atas
kasur. Mama yang sedang memasak di dapur meneriakiku agar bergegas
ganti baju, makan siang, dan bersiap-siap. Pukul tiga kami harus segera
berangkat ke toko elektronik. Aku balas berteriak, ”Siap, Ma!” Aku tertawa
riang. Jalan bersama Mama selalu menyenangkan.
Hal pertama yang kulakukan kemudian adalah melongok ke sana
kemari. Ini aneh sekali, biasanya dua kucingku sudah riang menyambut saat
aku masuk ke dalam rumah. Tapi tadi yang loncat dari balik pintu hanya si
Putih. Si Hitam tidak kelihatan sama sekali.
”Hei, si Hitam mana, Put?”
Si Putih seperti biasa menyundul-nyundul manja betisku, mengeon g
pelan.
”Kamu lihat di mana si Hitam, Put?” Aku lembut mengangkat ny a
dengan kedua telapak tangan, memeluknya, terus memeriksa kamar sambil
menggendong si Putih. Aduh, ke mana pula ku-cing-ku yang satu lagi? Tidak
ada di kamarku. Juga tidak ada di kamar lain lantai dua. Aku beranjak
menuruni tangga, boleh jadi si Hitam sedang malas-malasan di dapur,
menghabiskan makanan.
”Kamu belum berganti pakaian, Ra?” Mama menegurku.
Aku menggeleng, masih sibuk mencari.
Si Hitam tidak ada di dapur. Tidak ada juga di bawah meja makan, di
sebelah lemari, atau di tempat favoritnya selama ini. Aku menghela
http://cariinformasi.com