Page 38 - BUMI TERE LIYE
P. 38
TereLiye “Bumi” 35
boleh jadi sebenarnya putih dengan bintik-bintik hitam, saking ratanya
warna hitam-putih tersebut. Dua ekor kucing itu tidak bisa dibedak an,
kembar.
”Mama yang membelikan kucing?” Papa berbisik. Papa dan Mama
sudah berdiri di belakangku.
Mama menggeleng. ”Mungkin dari tantenya.”
”Aduh lucunya.” Itulah kalimat pertamaku setelah terdiam satu menit
menatap dua makhluk menggemaskan itu. Aku akhir-nya merengkuh dua
ekor kucing itu, menoleh ke Mama dan Papa. ”Boleh Ra pelihara ya, boleh
ya, Ma?”
Mama mengangguk, dan aku sudah rusuh membawa kotak itu ke
dalam, berlari, bahkan sebelum anggukan Mama ter-henti.
***
Masih enam tahun lalu, saat usiaku sembilan tahun.
”Kamu sudah memberi nama kucingmu, Ra?” Papa bertanya,
me-letakkan secangkir minuman hangat ke atas meja. Kami se-dang
berkumpul di ruang keluarga, habis makan ma-lam ulang tahun-k u.
Sekarang jadwal menonton DVD, film kar-tun favorit-ku.
”Sudah, Pa,” aku menjawab pendek, sedang asyik bermain bersama
dua ekor kucing baruku di atas karpet.
”Papa boleh tahu namanya?” Papa antusias, mendekat.
”Si Hitam dan si Putih,” aku menjawab, tersenyum manis.
”Si Hitam atau si Putih, maksudmu?” Papa mendekat lagi, keningny a
berkerut tipis, ikut melihat kucing yang merangkak naik di pahaku.
”Bukan, Pa. Si Hitam dan si Putih.”
http://cariinformasi.com