Page 91 - BUMI TERE LIYE
P. 91

TereLiye “Bumi” 88










                               ELAMAT  pagi,  Ra.”  Mama  sedang  menggoreng  sosis  saat  aku
                  menuruni  anak  tangga.  Mama  tertawa  kecil.  ”Wah,  ini  rekor  baru  kamu

                  bangun  pagi.  Jam  segini  malah  sudah  siap  be­rangkat  sekolah.”

                         ”Pagi,  Ma,”  aku  menjawab  pendek,  menarik  kursi,  meletakkan  tas.

                         ”Tidur  nyenyak,  Ra?”  Perhatian  Mama  kembali  ke wajan,  ti­dak

                  menunggu  jawabanku.  ”Hujan  deras  semalaman  selalu  bikin   nyenyak
                  tidur  lho.”

                         Aku  menghela  napas  pelan,  menatap  punggung  Mama  yang  asyik
                  meneruskan  menyiapkan  sarapan.  Sebenarnya  aku  tidak  bisa  tidur  tadi
                  malam.  Siapa  yang  bisa  tidur  nyenyak  setelah  tiba-tiba  ada  sosok  tinggi
                  kurus  berdiri  di  dalam  cermin  kamar  kalian?  Bicara  panjang  lebar  tentang
                  hal-hal  yang  tidak  aku  mengerti,  penuh  misteri.


                         Belum  lagi  si Hitam.  Itu yang  paling  susah  membuatku   ti-dur—        tidak
                  peduli  seberapa  manjur  suara  hujan  mampu  me-nina-bobokan.  Bagaim ana
                  kalian  akan  tidur  jika  di  atas  kasur  me-ringkuk  kucing  kesayangan  kalian,
                  yang  ternyata  selama  ini  tidak  terlihat  oleh  siapa  pun,  yang  ternyata  bisa
                  menembus  cermin.  Dan  itu  belum  cukup—kucing  itu  ternyata  juga
                  memata-matai  kalian  se-lama  enam  tahun  terakhir!  Itu   mimpi  buruk  yang
                  nyata.  Meski-pun  si  Hitam  sebenarnya  terlihat  biasa-  biasa  saja,  dia
                  me-natapku  dengan  bola  mata  bundar  bercahaya,  manja  menempel-kan
                  badan-nya  yang  berbulu  tebal  ke betis,  meringkuk  tidur.

                         Setengah  jam  sejak  sosok  tinggi  kurus  itu  pergi,  situasi  ganjil  di

                  kamarku  masih  tersisa  pekat.  Aku  menatap  si  Hitam  dengan  kepala  sesak
                  oleh  pikiran.  Sikapku  jelas  berbeda  kalau  si  Hitam  hanya  minggat  karena

                  naksir  kucing  tetangga.  Ta-ngan-ku  gemetar  berusaha  menyentuh  kepala    si
                  Hitam.  Kucing  itu  mengeong,  me-natapku,  sama  persis  seperti  kelakuan
                  kucing  ke-sayanganku  selama  ini.  Aku  terdiam.  Lihatlah,  si  Hitam  amat
                  nyata,  sama  nyata-nya  dengan  si  Putih  yang  sejak  tadi  terus  tidur,  tidak
                  merasa  terganggu  dengan  keributan.  Aku  meng-gigit  bibir.  Bagai- mana
                  mungkin  si  Hitam  ”makhluk  lain”?  Bagaimana  mungkin  matanya  yang





                                                                            http://cariinformasi.com
   86   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96