Page 78 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 78
Ayah Teweraut nDiwi Desman memberi wejangan pada Teweraut bahwa
perempuan tidak perlu banyak berencana dalam hidupnya, karena sejak awal para
leluhur telah menggariskan kaum perempuan dengan tanggun jawab harus
mengayomi keluarga, melahirkan anak, merawat dan mengasuhnya, dan mencari
makanan yang bagus untuk keluarga. Sementara ibu Teweraut, Ndew Cipcowut
juga memberi wejangan dalam bentuk peringatan terhadap Teweraut sebagai
perempuan Asmat yang berdasarkan kelahirannya telah mendapat wangsit sebagai
titisan para leluhur. Misalnya Teweraut dilarang meminum air dari suatu tempat
bernama Ceserasen, pantang memakan buah atau binatang buruan. atau ikan sejenis
tertentu di hutan-hutan pada tempat para leluhurnya bersemayam. Selanjutnya
perkataan dari para anggota misi kebudayaan tentang larangan kaum perempuan
Asmat menyebrangi pulau, karena jika dilanggar maka para leluhur yang mengikuti
mereka akan marah ketika para perempuan melakukan pelanggaran tersebut.
Adapun Inti simbolisme dalam novel ini adalah adat para leluhur suku Asmat
sebagai kepanjangan tangan dari sabda para dewa yang tak boleh dilanggar oleh
masyarakat Asmat. Sementara Teweraut yang selalu resah karena tak berdaya
melawan adat yang merugikan dirinya sebagai perempuan, pada akhirnya mati
muda untuk menyelesaikan dukanya. Ani sebagai pengarang, banyak mengangkat
persoalan adat tentang berbagai pantangan bagi kaum perempuan Asmat yang
sesungguhnya telah membelenggu kaum mereka. Simbol novel ini terdapat pula
dalam judul novel Namaku Teweraut, yakni menjadi simbol perjuangan perempuan
Ewer, Asmat di dalam menghadapi belenggu sistem adat patriarki yang telah
tertanam lama di masyarakat Ewer, Asmat.
Ironi verbal yang menghiasi alur dalam cerita ini adalah tentang idealisme
yang dimiliki Teweraut dan Akatpits. Teweraut sangat menginginkan kaum
perempuan di kampungnnya terbebas dari belenggu patriarkhi atas adat para leluhu.
Teweraut juga bercita-cita memajukan masyarakat Ewer dari kebodohan, sehingga
ingin mengupayakannya dalam bidang pendidikan dan kesejahtearan. Begitu pula
Akatpits yang bercita-cita membuat kemajuan untuk masyarakat Asmat. Apalagi
keinginan itu terdorong setelah mereka melakukan perjalanan ke berbagai negara
73