Page 77 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 77
arwah, Teweraut pun bertemu Akatpits yang telah
menungguinya.
Sesuai dengan judulnya, novel Namaku Teweraut memberi gambaran tentang
kehidupan seorang tokoh perempuan bernama Teweraut yang menjadi titik fokus
dari pengarang untuk pembaca. Pengarang ingin memberitahukan kepada pembaca
bahwa novel ini bercerita tentang sepak terjang seorang perempuan muda bernama
Teweraut. Teweraut mewakili gambaran perempuan Asmat yang terbelenggu
dengan sistem adat patriarkhi. Judul novel juga bisa menjadi simbol dari cerita.
Novel Namaku Teweraut menjadi simbol perjuangan perempuan Ewer, Asmat di
dalam menghadapi belenggu sistem adat patriarki yang telah tertanam lama di
masyarakatnya.
Dalam novel ini, pengarang dalam menceritakan tokoh utama yang bernama
Teweraut adalah menggunakan sudut pandang orang pertama. Namun untuk para
tokoh pendamping, pengarang memposisikan dirinya dalam sudut pandang orang
ketiga dengan cara menyebut nama mereka satu-persatu. Pengarang dalam cerita
ini bertindak sebagai pelaku utama dengan cara menuturkan kata ‘aku’ dari awal
hingga akhir cerita.
Ani Sekarningsih memiliki kepiawaian yang sempurna dalam menempatkan
majas melalui situasi yang tepat. Ani pandai dalam mengungkapkan suasana hati
para tokoh, mengungkapkan gagasan dan pemikiran mereka, dan pandai
menggambarkan suasana tempat melalui bahasa-bahasa perumpamaan yang sangat
indah. Majas yang banyak digunakan Ani di antaranya majas eufemisme, metafora,
simile personefikasi, dan alegori. Tone yang digunakan Ani adalah penggunaan
istilah-istilah bersifat lokal yang sering muncul dalam novel ini; agas (sejenis
nyamuk), amuspakar (bola-bola sagu), cepes (wanita), damerek (sejenis biji saga),
Endew (panggilan untuk ibu), nDiwi (panggilan untuk ayah kandung), dan lainnya
(2000, xiii-xv).
Beberapa simbol dalam novel ini tercermin pada berbagai wejangan tentang
hukum adat Asmat yang disampaikan oleh ayah Teweraut, ibu Teweraut, dan
beberapa tokoh penyerta yang merupakan anggota dari misi kebudayaan Asmat.
72