Page 2 - PEMBINAAN POSTULAN
P. 2

Pembinaan Postulan



                                            I.  TAHAP INISIASI/POSTULAN
                                                         (1 Tahun)
                                           1.  SAKRAMENTALI DAN DEVOSI

               1.  PENGANTAR
                   Iman kepercayaan Katolik bersumber pada Kitab Suci, di samping ajaran Gereja dan Tradisi.
                   Pusat Refleksi iman adalah peristiwa Yesus yang termuat dalam Kitab Suci, baik sabda-Nya,
                   karya-Nya ataupun pribadi-Nya. Dialah Tuhan bagi yang percaya, namun bukan apa-apa bagi
                   yang tidak percaya, dan ini tidak mengurangi iman kekatolikan. Yesuslah kepenuhan wahyu
                   Allah  sebagaimana  dinyatakan  dalam  Kitab  Suci,  karena  dalam  diri  Yesus  nampak  “citra
                   Allah” (bdk. Rom. 8:29, 1 Kor 15:49; Kol. 1:15, 3:10). Dalam diri Yesus, Allah tidak hanya
                   memperlihatkan  diri-Nya,  namun  juga  memperlihatkan  dan  memperhatikan  keselamatan
                   manusia ciptaan-Nya (Yoh. 14:9), karena Yesus adalah Sabda yang menjadi daging (Yoh.
                   1:14).  Yesus  Kristus  sebagai  tanda  kehadiran  Allah  (sakramen)  dalam  karya-karya
                   penyelamatan umat manusia.

                   Suatu ketika para murid Yesus menjadi tersinggung dan iri tatkala melihat sementara orang
                   turut mengusir roh jahat dengan mengatasnamakan Yesus, namun para muridpun menjadi reda
                   setelah mengetahui bahwa selama masih memakai nama-Nya (Yesus), adalah bukan musuh
                   (Mrk. 9:39), karena kegiatan tsb masih berkaitan dengan sakramen, namun porsinya lebih
                   kecil (sakramentali), sementara itu Yesus adalah “sakramen” sepenuhnya.

                   Setelah Yesus turun dari panggung sejarah, Ia wafat dikuburkan dan bangkit, namun Ia dengna
                   Roh  Kudus-Nya  tetap  aktif  dalam  sejarah  guna  menawarkan  penyelamatan  kepada  setiap
                   manusia melalui Gereja. Gereja segera menjadi “sakramen”  atau tanda kehadiran dan alat
                   rahmat dari Yesus. Sebagaimana pesan Yesus sendiri bahwa Ia akan menyertainya sampai
                   akhir zaman. (bdk. Mat. 28:18)

                   Sementara umat mulai “mendewakan” Gereja, karena beranggapan bahwa segala kuasa Yesus
                   telah diserahkan kepada Gereja seutuhnya. Hal seperti tsb sangatlah dihindari oleh Gereja,
                   karenanya  Konsili  Vatikan  II  tentang  Gereja  dikatakan  bahwa  Gereja  bukan  penebus  itu
                   sendiri melainkan sebagai alat atau sarana penebusan atau instrumen redemtoris (bdk. LG 9)

                   Gereja sebagai instrumen redemtoris mempunyai 3 (tiga) makna yang harus kita cermati:
                          mysterion, atau rahasia batin, yakni tawaran keselamatan oleh Allah melalui putera-
                          Nya dalam Roh Kudus.
                          pemberitaan kabar sukacita melalui Injil terhadap orang beriman
                          iman kepercayaan umat beriman

                   Karenanya di mana umat beriman berkumpul (Gereja), maka di sana akan nampaklah Allah
                   yang melalui Putera-Nya Yesus Kristus yang bangkit dalam Roh Kudus diyakini menjadi
                   “penyelamat  umat  manusia”.  Dalam  Gereja  yang  mempunyai  masyarakat  majemuk  dan
                   dinamis menyebut sebagai sumber karya penyelamatan aktual atau sakramen gereja, karena
                   diyakini Yesus berkenan hadir di sana.

               2.  SAKRAMENTALI DAN DEVOSI
                   Sakramentalitas merupakan ciri khas seluruh jemaah Kristen serta apa saja yang dilakukannya
                   bersama,  dalam  upacara-upacara  religius.  A  priori  sudah  dapat  dikatakan  bahwa  upacara-
                   upacara  ini  bersumber  dair  sakramen  Gereja,  karenanya  disebut  sakramen  kecil  atau
                   sakramentali.

                   Dokumen pertama Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci mengatur:



                                                             23
   1   2   3   4   5   6   7