Page 42 - E-Klip Konvensi Nasional Kemandirian Obat Herbal
P. 42

Kegiatan ini terlaksana melalui sinergi antara BPOM dengan tujuh kementerian/lembaga, yaitu
               Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian
               Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan Perencanaan Pembangunan
               Nasional, Badan Riset Inovasi Nasional, pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, serta tokoh
               masyarakat dan media.

               Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito menjelaskan bahwa obat bahan alam berpotensi besar untuk
               dikembangkan, mengingat besarnya permintaan masyarakat terhadap obat bahan alam dewasa ini.
               Penjualan jamu dan obat herbal nasional di Indonesia diperkirakan dapat mencapai Rp23 triliun pada
               tahun 2025. Potensi ini juga membuka peluang bagi jamu yang berorientasi ekspor agar bisa menjadi
               komoditi andalan di pasar global. WHO memprediksi permintaan tanaman obat dapat mencapai nilai
               US$5 triliun pada tahun 2050.

               Potensi pengembangan yang besar tersebut perlu didukung dengan kemampuan penyediaan dan
               pasokan bahan baku yang memenuhi standar/persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu, serta
               kuantitas. Bagi produsen Fitofarmaka, konsistensi kandungan senyawa aktif dalam  bahan baku alam,
               merupakan aspek fundamental agar produk yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan,
               manfaat, dan mutu.

               Sebelumnya, pada 12 Juli 2022, BPOM telah mengadakan Pelatihan Peningkatan
               Pemahaman Supplier Bahan Baku Obat Bahan Alam di Sukoharjo yang diikuti oleh 46 supplier dari
               Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan pemahaman supplier terhadap
               persyaratan bahan baku obat bahan alam yang harus dipenuhi agar dapat menyediakan bahan baku
               bermutu bagi UMKM secara konsisten.

               Dalam rangkaian kegiatan, diselenggarakan juga Focus Group Discussion (FGD) Kemandirian Bahan
               Baku Obat Bahan Alam untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang kemandirian nasional
               penyediaan bahan baku obat bahan alam. Selain FGD, juga diselenggarakan Virtual Expo Ekstrak Obat
               Bahan Alam yang berlangsung sejak 4 hingga 11 Agustus 2022.  Melalui Virtual expo ini, diharapkan
               dapat memfasilitasi kerja sama antara IEBA dan UMKM obat tradisional dalam penyediaan dan
               pemenuhan kebutuhan ekstrak tanaman obat sebagai bahan baku obat tradisional yang berkualitas
               dan berdaya saing.

               BPOM telah menggandeng 17 IEBA untuk mendukung industri obat bahan alam. Dukungan IEBA ini
               dituangkan melalui penandatanganan komitmen dalam memberikan fasilitasi kepada UMKM obat
               tradisional. “Penandatanganan komitmen merupakan wujud keberpihakan dan dukungan IEBA untuk
               penyediaan ekstrak bagi UMKM dalam proses produksinya. Dukungan yang diberikan oleh 17 IEBA di
               seluruh Indonesia ini diwujudkan melalui berbagai bentuk kemudahan kepada UMKM, seperti
               fleksibilitas jumlah pemesanan dan harga ekstrak yang relatif terjangkau,” ungkap Penny.

               Keseluruhan rangkaian kegiatan ini diharapkan dapat semakin membangun sinergi
               seluruh stakeholder untuk menyusun strategi komprehensif guna mewujudkan kemandirian bahan
               baku obat bahan alam nasional sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Tujuannya adalah untuk
               mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat bahan alam, meningkatkan kapasitas pengadaan
               bahan baku obat bahan alam dalam negeri yang berkualitas dan murah secara berkesinambungan,
               meningkatkan aksesibilitas UMKM obat tradisional dalam mendapatkan bahan baku bermutu, dan
               mengawal kapasitas IEBA untuk menyediakan bahan baku obat bahan alam sesuai standar dalam
               rangka mendukung penggunaan fitofarmaka pada pelayanan kesehatan formal.
   37   38   39   40   41   42   43   44