Page 38 - E-Klip Konvensi Nasional Kemandirian Obat Herbal
P. 38
“Kalau bisa terus dikembangkan, seperti tanaman yang bermanfaat jangan hanya di kebun. Misalnya di
pinggir jalan bukan hanya ditanam bunga tetapi bisa juga ditanami pohon-pohon yang bisa dijadikan obat
jamu,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Bahan Riset Inovasi Nasional
(BRIN), Prof. Yuli Widiyastuti mengatakan selain berkaitan dengan ekspor bahan baku obat alam di
Indonesia juga masih impor sebanyak 25%.
“Kami siap mendukung [kemandirian bahan baku] mengingat potensinya besar, 25% [import bahan
baku] bisa kita gantikan dengan short change. Dengan potensi Indonesia saya kira itu perlu di dukung
dari proses budidaya hingga pascapanen. Juga teknologi ektraksi yag ramah lingkungan,” kata Yuli.
Sementara itu, Periset BRIN, Chaidir mengatakan permasalahan teknologi sudah cukup selesai. Namun
permasalahan saat ini berkaitan dengan tata niaga karena margin ke petani masih terlalu kecil sehingga
perlu diatur bagaiman model ekonominya.
“Salah satunya insiatif dengan pola kemitraan IEBA [industri ekstrak bahan alam] dengan UMKM [usaha
mikro kecil dan menengah] yang menyediakan bahan baku simplisia [bahan alam untuk obat]. Saya kira
inisiatif ini sudah paling bagus, dengan pola logistik terpusat dengan sistem anchor industry,” kata dia.
Jika persoalan tata niaga bisa di kelola, hal itu dapat membantu mencapai mutu anchor industry dengan
harga yang menguntungkan untuk petani. Menurutnya jika sudah masuk dalam aspek bisnis, pasar
menentukan keberjalanan.
“Kalau industri sudah membina UMKM itu sudah bagus dan ideal. Tetapi kalau terus di support oleh
pemerintah tetapi mekanisme pasar tidak berjalan ya akan mati juga,” jelasnya.
Sementara, untuk mengurangi beban IEBA dia berharap pemerintah turut mendorong dan mendukung
secara regulasi terkait status Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Sehingga tidak hanya kalangan swasta tetapi unit UPT atau koperasi atau penelitian dan pengembangan
(litbang) daerah bisa memiliki fasilitas ekstrak bahan alam yang memiliki sertifikasi CPOTB seperti Good
Manufactory Proses (GMP).
Biasanya yang mendapat sertifikat itu hanya swasta sementara menurutnya di daerah, pemerintah
daerah harus bertindak membangun unit bisnis yang lebil dinamis dan bukan berbentuk birokrasi.
“Untuk bisnis seperti UPT, BUMD [badan usaha milik desa] dan litbang daerah yang bisa membangun itu
dan Dinkes memberi izin untuk menjual ke UKM [usaha kecil dan menengah]. Tidak harus menunggu
IEBA yang skala besar yang penting bahan baku simplisia,” kata dia.