Page 24 - Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Badan POM dengan MAFINDO
P. 24

pelaku  hoaks  terkait  obat  dan  makanan,  untuk  memberikan  efek  jera  bagi  pelaku
               penyebaran hoaks.

                “Saya sudah meminta kepada unit-unit kerja di sini yang terkait, yaitu dari Deputi
               Penindakan dan dari Pusat Data dan Informasi, tadi bersama-sama dengan Mafindo,
               untuk menjerat satu dua pihak yang selama ini mengirim berita hoaks tersebut, dan
               melakukan  upaya  pidana,  ini  yang  akan  menjadi  efek  jera  mudah-mudahan,”
               lanjutnya.

               Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho
               mengatakan, masyarakat cenderung menerima hoaks sebagai informasi yang benar,
               karena informasi yang diterima memunculkan ketakutan bila tidak dijalankan.
               “Sebenarnya jumlah yang ada itu lebih banyak daripada yang kami pantau, karena
               bisa jadi tertutupi dengan maraknya hoaks politik. Dan dampaknya adalah sebenarnya
               sangat-sangat serius karena hoaks terkait dnegan isu obat dan makanan, itu sangat
               mempengaruhi  masyarakat  dalam  mengambil  sebuah  keputusan.  Keputusan  yang
               keliru  diakibatkan  oleh  informasi keliru,  itu  bisa  merusak pribadi atau  bahkan  satu
               generasi. Dan hoaks terkait dengan obat dan makanan itu cenderung mudah viral
               karena dia mengandung unsur ketakutan dan kecemasan, yang itu adalah satu resep
               biasanya yang digunakan untuk memviralkan hoaks,” jelas Septiaji Eko Nugroho.

               Banyaknya anggota masyarakat yang termakan kabar bohong atau hoaks, menurut
               Septiaji Eko  Nugroho,  menjadi indikasi  berlakunya  era  post-truth dan the  death  of
               expertise. Hal ini lebih disebabkan rendahnya literasi masyarakat, dan dibanjirinya
               media informasi dengan informasi yang tidak benar sehingga informasi yang benar
               menjadi tertutupi.
               “Saat ini dunia ada di dalam era yang disebut dengan post-truth, yaitu ketika orang
               lebih suka percaya terhadap hal yang disukainya. Orang yang sudah sering termakan
               dengan informasi antivaksin, maka dia diberi informasi apapun, sekuat apapun, dia
               akan cenderung akan meremehkannya.

               Ditambah  dengan  fenomena  yang  disebut  dengan  The  Death  of  Expertise,  yang
               sekarang lebih banyak didengar oleh para netizen bukan lagi para profesor, bukan
               lagi para dokter, tapi lebih banyak para influencer, para buzzer, yang kadang-kadang
               mereka sebenarnya tidak punya basis ilmu yang kuat tetapi mereka lebih dipercaya,
               ini menjadi problem kita,” imbuhnya.

               Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Sumi Wijaya
               mengatakan, hoaks di bidang obat dan makanan banyak dipercaya karena dikemas
               secara menarik dan bombastis. Seminar mengenai hoaks obat dan makanan ini, kata
               Sumi Wijaya, diharapkan dapat menjadi penyadaran bagi para mahasiswa agar tidak
               menjadi korban hoaks, dan justru mampu menjadi agen perubahan untuk melawan
               hoaks.

               “Kalaupun  hoaks  itu  kan  masalahnya  beritanya  itu  bombastis  ya,  jadi  pasti  sudah
               dipoles sedemikian rupa. Kan juga banyak sekali korbannya itu justru orang-orang
               yang  terpelajar.  Sehingga,  acara  ini  kenapa  kok  dilaksanakan,  diprakarsai  oleh
               mahasiswa? Karena mahasiswa ini kan sebetulnya ujung tombak dari masa depan
               bangsa, jadi mereka juga harus mengenali sedari dini bahwa berita-berita yang ada di
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29