Page 3 - Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Badan POM dengan MAFINDO
P. 3
Judul : Hoaks Obat dan Makanan Tertinggi setelah Politik & Agama
Nama Media : kbr.id
Tanggal : 21 Oktober 2019
Halaman/URL: https://kbr.id/nasional/10-
2019/hoaks_obat_dan_makanan_tertinggi_setelah_politik___agama/100991.html
Tipe Media : Media Online
KBR, Jakarta - Jumlah berita bohong
(hoaks) terkait kesehatan, obat-
obatan dan makanan di Indonesia
mencatat angka tertinggi ketiga,
setelah hoaks politik dan agama.
Komunitas Masyarakat Anti-Fitnah
Indonesia (Mafindo) mencatat
selama 2018 terdapat 997 atau
hampir seribu hoaks beredar. Sekitar
6 persen di antaranya adalah hoaks
soal makanan.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho menyebut hoaks terkait obat dan
makanan sangat berbahaya karena berdampak serius kepada masyarakat. Hoaks itu
kerap menimbulkan ketakutan dan kecemasan.
"Ironi yang sangat besar ketika media sosial yang seharusnya bisa membuka
cakrawala pengetahuan yang luas tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Ketika
masyarakat sering mendapatkan informasi keliru, ujungnya mereka mengambil
keputusan kesehatan yang keliru. Dampaknya bukan hanya kepada pribadi saja tetapi
juga mengancam kualitas generasi yang akan datang," kata Septiaji di Gedung BPOM
(21/10/19)
Contoh hoaks soal obat dan makanan yang menimbulkan ketakutan di masyarakat
antara lain soal vaksinasi. Misalnya terkait asal-usul vaksin atau bahan pembuatannya
serta dampaknya.
Septiaji mengatakan hoaks soal vaksin itu berpengaruh kepada penolakan vaksin,
padahal vaksin tersebut diperlukan untuk mencegah bermacam virus dan penyakit.
Karena itu, kata Septiaji, segala bentuk hoaks tentang obat dan makanan harus
direspon secepat mungkin.
Demi membantu melawan hoaks itu, MAFINDO dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) menjalin kerjasama untuk mengurangi hoaks dan mengedukasi
masyarakat terkait isu kesehatan, makanan dan minuman.
"Upaya melawan hoaks tidak bisa parsial. Harus ada upaya komprehensif yaitu upaya
periksa fakta, seperti yang Mafindo lakukan. Ini harus diseimbangi dengan upaya
edukasi yang masif kepada publik. Perbaikan regulasi, peningkatan kualitas media
dan jika diperlukan sebagai langkah akhir adalah penindakan hukum," kata Septiaji.