Page 45 - Ayo-Kita-Tahlil-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-Nurul-Hikmah-Press-128-Hal
P. 45

34 | Ayo Kita Tahlil !!

                  muhtadhar).  Dan  takwil  demikian  itu  menyalahi
                  zahirnya.  Kemudian  pemahaman  tersebut juga dibantah:
                  Jika  seorang  yang  dalam  keadaan  sekarat  dapat
                  mengambil  manfaat  dari  bacaan  surat  Yaasiin  yang
                  padahal  itu  bukan  dari  usahanya  sendiri;  maka
                  semikian  pula  seorang  mayit.  Karena  seorang  mayit  itu
                  seperti  orang  hidup  yang  hadir,  ia  mendengar
                  sebagaimana  orang  hidup  yang  hadir,  seperti  benar
                  adanya demikian dalam hadits” .
                                              25
                  Ada banyak pernyataan para ulama menetapkan bahwa
            maksud  hadits  di  atas  adalah  anjuran  membacakan  surat
            Yasiin  terhadap  orang  yang  telah  meninggal.  Di  antara
            mereka adalah; Al-Imam Ibn ar-Rif‟ah , Ibn Abdil Wahid al-
                                                  26
            Maqdisi ,  Syamsuddin  al-Manbaji  al-Hanbali,  Muhammad
                    27
            al-Futuh  yang  dikenal  dengan  Ibn  an-Najjar ,  az-Zarkasyi ,
                                                         28
                                                                        29
            Syamsuddin ar-Ramli , dan lainnya.
                                  30
                  Walaupun  kemudian  ada  pendapat  sebagian  ulama
            yang  mengatakan  bahwa  anjuran  membaca  surat  Yaasiin  itu
            adalah  bagi  orang yang sedang sekarat (al-muhtadhar); namun
            demikian  para  ulama  tersebut  tidak  kemudian  melarang


                  25  Dikutip oleh az-Zabidi dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, j.
            10, h. 370
                  26   Ibn ar-Rif‟ah, Kifayah an-Nabih Syarh at-Tanbih, Kitab al-Jana-iz,
            j. 5, h. 12
                  27     Sebagaimana dinukil oleh as-Suyuthi dalam kitab  Syarh ash-
            Shudur, h. 312
                  28   Ibn an-Najjar, Mukhtashar at-Tahrir Syarh al-Kawkab al-Munir, j.
            3, h. 196
                  29   Ketetapan  az-Zarkasyi  ini  dikutip oleh Ibn Hajar al-Haitami
            dalam al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah; Bab al-Jana-iz, j. 2, h. 27
                  30   Ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj; Kitab al-Jana-iz,
            j. 2, h. 437
   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50