Page 21 - Sampul Modul Ajar SKI Lembar Kerja Krem dan Coklat Ilustrasi
P. 21
C. Ilmuwan/ Ulama Muslim pada Masa Ayyubiyah
1. As-Suhrawardi Al-Maqtul
Syihabuddin Yahya As-Suhrawardi, yang dikenal dengan
julukan Al-Maqtul, lahir sekitar tahun 1154 M di kota
Suhraward, Persia (sekarang Iran). Ia adalah seorang filsuf dan
sufi besar yang menjadi pendiri mazhab filsafat Iluminasi atau
Hikmah Al-Isyraq. Sejak usia muda, ia telah menunjukkan
kecerdasan luar biasa dan menempuh pendidikan dalam bidang
logika, filsafat, dan tasawuf di kota-kota besar Islam seperti
Isfahan. Ia menggabungkan tradisi filsafat Yunani, terutama
pemikiran Aristoteles dan Plotinus, dengan spiritualitas Islam.
Perjalanan intelektual dan spiritualnya membawanya ke Aleppo, Suriah, di mana ia banyak
berdiskusi dan menulis karya-karya filsafat. Namun, karena pemikirannya dianggap
menyimpang oleh otoritas keagamaan setempat dan dianggap membahayakan stabilitas politik,
ia akhirnya dihukum mati pada tahun 1191 M atas perintah gubernur Aleppo yang berada di
bawah kekuasaan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi. Karena eksekusi ini, ia dikenang sebagai “Al-
Maqtul” (yang dibunuh).
a. Ajaran tarekat As-Suhrawardi
Meskipun tidak mendirikan tarekat secara resmi, As-Suhrawardi dikenal sebagai tokoh
tasawuf filosofis yang ajarannya berpengaruh besar di kalangan sufi. Ia menekankan
pentingnya penyucian jiwa dan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pendekatan spiritual
berbasis cahaya (nur). Menurutnya, seluruh makhluk merupakan pancaran dari Nur al-
Anwar (Cahaya dari segala cahaya), yaitu Tuhan. Hubungan manusia dengan Tuhan terjadi
melalui proses pencerahan batin, di mana hati yang bersih akan mampu menerima cahaya
Ilahi. Dalam pandangannya, perjalanan spiritual merupakan pendakian dari kegelapan
menuju terang, yaitu dari alam materi menuju kesadaran Ilahi.raq). Karena pandangan
filsafat dan mistisnya yang dianggap menyimpang, ia dihukum mati di Aleppo tahun 1191 M.
Julukan Al-Maqtul berarti yang dibunuh.
a. Pemikiran akal dan hati As-Suhrawardi
As-Suhrawardi membedakan dua jalan dalam memperoleh pengetahuan, yaitu akal dan
hati. Ia mengakui bahwa akal dan logika memiliki peran dalam memahami dunia, tetapi
hanya sampai pada batas tertentu. Akal tidak mampu menjangkau hakikat spiritual dan
realitas metafisik. Sebaliknya, hati—yang disucikan dari kegelapan nafsu menjadi wadah
utama bagi datangnya cahaya Ilahi. Pengetahuan sejati menurut Suhrawardi tidak diperoleh
melalui analisis rasional semata, tetapi melalui intuisi ruhani dan iluminasi (isyraq), yaitu
pengalaman batin yang mendalam. Oleh karena itu, puncak kebenaran menurutnya bukan
berasal dari pikiran, tetapi dari hati yang tercerahkan oleh cahaya Tuhan.