Page 32 - E-Modul Revisi_Neat
P. 32

E-Modul Biologi
                         Perubahan dan Pelestarian Lingkungan                                       28
                         Berbasis Literasi Ekologi dan Terintegrasi Kearifan Lokal Ammatoa Kajang


                               Masyarakat  adat  Amma  Toa  menjunjung  tinggi  tradisi
                        yang  di  bentuk  oleh  nilai  dan  budaya  leluhur  mereka.  Mereka
                        memiliki  pandangan  hidup  yang  secara  sadar  terisolir
                        dari  masyarakat  modern  dan  menjauhkan  diri  dari  segala
                        perbuatan  dan  perilaku  yang  tidak  tercantum  dalam  pasang;
                               'Ako  Kaitte  Ittei  ri  Sahocnde  Tappanging,  ri  caula
                        Tahimba-imbha' yang artinya “mengutamakan hidup dalam kemi-
                        skinan di dunia agar mendapatkan kekayaan dari sang pencipta
                        di  akhirat  nanti”.          Berarti  kemiskinan  dunia  untuk  memperoleh
                        kekayaan dari Sang Pencipta di akhirat.

                               Pesan  ini  disebut  prinsip Kamase-masea.  Penduduk  asli
                        Ammatoa  Kajang  menganut  prinsip  Kamase-masea  dengan
                        sistem  nilai  Lambusu  (kejujuran),  Gattang  (kemantapan),
                        sabbara  (kesabaran)  dan  appisona  (pengabdian).  Nilai-nilai
                        yang  terkandung  dalam  prinsip  Kamase-masea  menjadi
                        pandangan hidup masyarakat adat. Mereka patuh menjalankan
                                                                                                      25
                        semua aturan, termasuk nilai-nilai luhur, dalam bentuk pasang .
                        Pola pikir dan sikap komunitas ini adalah untuk berkomitmen dan
                        menerima  takdir  untuk  mengkoordinasikannya  tercermin  pada:
                        a) Bentuk rumah yang sama, baik bahannya, besarnya, dan arah
                             bangunannya di dirikan.
                        b) Larangan membangun rumah dengan bahan baku  batu-bata
                             dan  sejenisnya.  Menurut Pasang hal ini adalah pantangan  dan
                             larangan karena mereka menganggap hanya orang mati yang
                             telah berada di dalam liang lahat yang diapit oleh tanah.
                        c) Memakai  pakaian  yang   berwama hitam.  Warna hitam  untuk
                             pakaian   (baju  dan  sarung)  adalah  wujud kesamaan  dalam
                                                                                                     26
                             segala hal, termasuk kesamaan dalam bentuk kesederhanaan .
                        d) Rumah  yang  tidak  ada  perabotnya,  pertanda kasih sayang
                             dan kebersamaan.
                        e) Tidak   pakai   alas   kaki,   memberi   tanda   bahwa  kita   harus
                             menyatu   dengan   tanah   sebagai   sumber penciptaan   kita
                             manusia.
                        f)  Jalan  aspal  tidak boleh masuk ,menghindari kemewahan dan
                             menghindari    akses    yang    terlalu    lancar    dengan    tujuan
                             hasil-hasil   hutan   tidak   tergiur  untuk  di  bawah   pergi  dan
                             banyak kehawatiran mereka yang lain.
                        g) Memasak pakai Kayu bakar , pertanda penghematan
                                                                                                  27
                        h) Transportasi utama untuk masuk di Kawasan adalah Kuda .









                        25 B Arman, ‘Mengenal Lebih Dekat Komunitas Ammatoa Sebagai Identitas Kearifan Lokal: Perspektif “ Orang Dalam ”’, Sosioreligius, 1.1 (2015)
                              <https://doi.org/10.24252/sosioreligius.v1i1.4521>.
                        26 Andi Agustang El"ra and Muhammad Syukur, ‘Prinsip Masyarakat Adat Kajang Dalam Mempertahankan Adat Istiadat’, Jurnal Ilmu Sosial Dan
                              Pendidikan, 7.1 (2023), 282–90 <https://doi.org/10.58258/jisip.v7i1.4230/http>.
                        27 Ahmad M Abdullah and others, ‘Komunitas Tradisional Kajang Di Tengah Transformasi Komunikasi Dan Infoemasi’, Jurnal Komunikasi, 3.2 (2014),
                              109 <https://doi.org/10.31947/kjik.v3i2.578>.
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37