Page 31 - MODUL SUFA REVISI
P. 31
Selepas penandatanganan Persetujuan Linggarjati di Belanda,
perundingan lanjutan diadakan pada 14 April 1947. Situasi politik pada
masa itu cukup panas baik di pemerintah Belanda maupun di
Pemerintah RI. Gurbernur Jenderal di Indonesia Van Mook dituding
sebagai penyebaba Persetujuan Linggarjati yang merugikan Belanda.
Kondisi ini memnunculkan kaum anti-Linggarjati di Belanda dan
berupaya menurunkan Van Mook sebagai Gubernur Jenderal di
Indonesia. Posisi Van Mook yang tersudut ditambah situasi keuangan
Belanda yang kurang baik memunculkan ultimatum pada 23 Juni 1947
agar Indonesia mengikuti nota yang disampaikan pada 27 Mei 1947.
Nota tersebut berisi antara lain membentuk bersama pemerintah
peralihan mengeluarkan uang bersama dalam mendirikan lembaga
devisa bersama. Memberikan beras untuk rakyat di daerah-daerah
penduduk Belanda, menyelenggarakan ketertiban dan keamanan
bersama, dan menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan
ekspor.
Sementara itu di Indonesia hampir semua kelompok menentang
keras kebijakan PM Sjahrir sebagai pemimpin perundingan dengan
Belanda. Pada 27 Juni 1947, dengan asas sopan santun demokrasi
sjahrir meletakkan jabatan dan mengembaikan mandate kepada
Presiden Soekarno. Pada 3 Juli 1947 Kabinet V RI dibentuk degan Amir
Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri (Hoesein, 2010: 271-276). Dengan
mundurnya sjahrir Belanda menjadi ragu-ragu untuk berunding dan
siap berperang. Walau Amerika telah campur tangan, aksi Belanda
menyerang Indonesia tak terbendung.
C. Perjanjian Renville
Untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan sengketa
Indonesia dengan Belanda, PBB membentuk Komite Tiga Negara (KTN).
Anggota KTN terdiri atas Australia, Belgia, dan Amerika Serikat. Anggota
E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI 24